Sistem Bebas Bunga Lebih Menyejahterakan daripada Sistem Bunga?
Oleh ITB77
Setyobudi Tariadi:
Masyarakat yang bebas bunga rasanya tidak akan pernah terjadi sampai dunia kiamat, kecuali Allah menghendaki. Paradigma sistem kapitalisme sudah tertanam kuat di negara-negara maju dan sudah ada sejak zaman Renaissance menguasai peradaban dunia. Malah kalau kita melihat ke Taurat dan Injil (Alkitab) praktek bunga uang (usury) ini sudah ada sejak zaman Sebelum Masehi (lebih dari 2.000 tahun yang lalu) dan diharamkan juga. Tapi karena manusia itu tempatnya lupa dan dosa, Allah memperingatkan lagi di Al Qur'an.
Yang paling realistis mungkin sebelum tahun 2100 sistem bunga dan bebas bunga berimbang peminatnya. Kalau sekarang kan masih kira-kira 95% (bunga) : 5% (bebas bunga). Mudah-mudahan saja semakin banyak manusia (semua ras, suku dan agama) di muka bumi ini yang bisa merasakan bahwa sistem bebas bunga lebih menyejahterakan daripada sistem bunga. Yang meracuni manusia dari sistem bunga kan bunga-berbunga (compound interest) dan produk-produk derivatif. Dua praktek ini merangsang manusia jadi rakus (greedy) dan bikin bubble ekonomi.
-----
Made Astana:
Saya coba nimbrung dalam topik bahwa dengan tanpa bunga akan semakin sejahtera. Jujur saja saya awam tentang masalah ini. Tapi secara logika dan asas keadilan, maka setiap pengorbanan harus diberi imbalan karena orang yang bersangkutan tidak bisa mengonsumsi atau memakai faktor produksinya.
Jadi kalau ada yang meminjam tanah atau mesin, maka karena si pemilik tanah atau mesin tersebut tidak bisa menggunakannya, si pemakai wajib memberi imbalan atas pengorbanan tersebut. Imbalan ini disebut sewa.
Begitu pula kalau ada yang menggunakan tenaga kerja, maka yang menggunakannya wajib memberi imbalan atas pengorbanan tenaga kerja tersebut. Imbalan ini disebut upah atau gaji.
Nah, begitu pula kalau ada orang yang menggunakan uang orang lain, maka yang menggunakan uang tersebut wajib memberi imbalan kepada pemilik uang sebagai asas keadilan. Imbalan ini disebut bunga.
Maka supaya adil, dengan melihat risiko dan sebagainya, imbalan ini dibuat proposional. Jadi kalau bunga ditiadakan, maka segala imbalan apa pun juga hendaknya ditiadakan juga, seperti sewa, gaji, dan sebagainya.
Justru kalau tidak ada bunga akan tidak adil dan tidak rasional. Berbagai krisis yang terjadi belakangan ini disebabkan bukan oleh masalah bunga yang sudah teruji berabad-abad, tapi hanyalah suatu keadaan di mana kita memberikan overvalue terhadap suatu obyek bisnis akibat terlalu percaya.
-----
Goenarso Goenoprawiro:
Dalam kehidupan ini pasti terjadi perniagaan seperti yang ditulis oleh Made di atas. Sedangkan perniagaan menurut Made harus ada asas keadilan. Asas keadilan itulah yang dipakai sebagai dasar perniagaan tanpa bunga ini, yang kemudian disebut perniagaan suka sama suka.
Perniagaan suka sama suka ada dua macam golongan besar, yaitu kerja sama dan jual beli. Pemakaian mesin atau tanah akan masuk dalam kerja sama. Sedangkan pemakaian uang, dipandang dari sudut penggunaannya, bisa masuk dalam jual beli.
Yang paling penting/prinsip dalam perniagaan tanpa bunga ini adalah penentuan (bagi) hasil dilakukan di depan dan ditulis dalam perjanjian. Isi perjanjian inilah yang paling menentukan.
Contoh: Saya mau merenovasi rumah. Perlu uang untuk beli material dan bayar tukang, sehingga saya membuat perjanjian jual beli dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang membelikan material dan membayar tukang itu.
Setelah itu harga material dan biaya tukang saya angsur secara bulanan setelah saya setuju (di depan) dengan KJKS berapa bagi hasil yang harus diperhitungkan (di depan) dan ditulis dalam perjanjian jual beli tersebut.
Jadi KJKS membeli material dan menjual dengan tambahan (bagi hasil) kepada saya yang membayar dengan angsuran secara bulanan.
Itu hanya satu contoh yang paling sederhana tentang perniagaan tanpa bunga menurut yang telah saya pelajari. Banyak contoh lain yang dapat saya berikan kalau ada yang mau mengajukan pertanyaan ke saya. Insya Alloh akan saya jawab.
Jadi perniagaan tanpa bunga itu bisa.
Catatan: Sengaja tidak pakai istilah bahasa Arab seperti nisbah (= bagi hasil) dan lain-lain.
-----
Dana Pamilih:
Tanpa bunga bukan berarti tanpa imbalan, hanya imbalannya dalam bentuk bagi hasil bukan ditetapkan secara fixed di depan.
Repotnya, perbankan syariah belum mengkuantifikasikan besarnya risiko vs besarnya imbalan.
Sistem konvensional sudah lebih terbakukan. Kalau kita menanam uang di obligasi pemerintah, maka imbal hasilnya yang paling minim, karena dianggap tidak ada tambahan risiko (risk premium). Tapi kalau di Bank Angin Ribut, kita minta bunga lebih. Tambahan imbalan itu mencerminkan tuntutan kita untuk mengompensasikan tambahan risiko yang kita ambil. Ini dari sisi surat utang.
Oleh karena itu diperlukan lembaga pemeringkat yang memberi gambaran tentang tingkat risiko alias kemampuan mengembalikan pokok dan bunga. Yang kualitasnya tertinggi dapat membayar bunga terendah dan makin turun kualitasnya makin naik imbal hasil bunganya.
Di pasar saham demikian juga, makin volatile harganya seperti BUMI, makin tinggi risikonya. Kalau Anda invest di grup Astra mungkin harganya tidak naik secara jor-joran, tapi turunnya juga tidak demikian.
Risk-return tradeoff-nya jelas. Ada metodologinya, ada bukti empirisnya juga.
Saya sendiri bukan ahli perbankan syariah, jadi barangkali Tyo (Setyobudi Tariadi – red) bisa bantu tentang kuantifikasi risiko sisi asetnya, sehingga imbal hasilnya sesuai dengan ekspektasi kita.
Pendapat Made tentang overvaluation sangat mengena. Jika tingkat bunga rendah atau likuiditas membanjir, nilai aset akan lebih tinggi dari nilai ekonomis. Hukum ekonomi yang kejam dan tidak pandang bulu akan mengoreksi deviasi itu. Itulah yang sering terjadi.
Sampai di mana sistem perbankan syariah tegar menghadapi kejutan peristiwa (event shock) masih perlu ditelaah. Sampai di mana sistem ekonomi syariah dapat mengantar kita pada pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, inflasi rendah dan pemerataan kesempatan, serta mencegah bahaya akhlak perlu pembuktian empiris.
Seperti yang pernah saya ungkapkan the jury is still out, tetapi permulaan yang baik telah berjalan.
-----
Artikel terkait:
Krisis Akhlak Merupakan Penyebab Krisis Global Saat Ini