16 Maret 2009

Setelah Ngobrol dengan CFO Kaliber Dunia, Baru Saya Tahu Kenapa Terjadi Krisis Keuangan Global

Oleh Triharyo Soesilo

Pada tanggal 4 Maret 2009 saya berkesempatan pergi bersama ke Bontang dengan salah seorang Chief Financial Officer (CFO) perusahaan dunia yang sedang berinvestasi di Indonesia. Perusahaan yang ia pimpin mempunyai karyawan 15.000 orang di 55 negara dan mendatangkan pendapatan sekitar US$ 7 Miliar per tahun. Perusahaan publiknya termasuk 500 besar di dunia dan kategori 5 besar di Australia. Ia seorang warga negara Australia, akuntan, alumni Harvard dan umurnya masih relatif muda yaitu 44 tahun.

Karena mendapat kesempatan yang relatif langka tersebut, saya memanfaatkan pembicaraan saya pada diskusi tentang penyebab krisis finansial global. Salah satu topik diskusi hangat kami siang itu adalah kenapa sebuah perusahaan AIG bisa rugi US$ 61,7 Miliar dalam 3 bulan. Kerugian perusahaan tersebut merupakan kerugian yang sangat luar biasa dan tertinggi dalam sejarah korporasi Amerika. Angkanya sangat fantastis karena ibaratnya hampir 1,2 x Devisa Indonesia lenyap dalam 3 bulan. Uang sebesar itu bisa untuk melunasi utang krismon kita 2 x lipat hanya dalam tempo 3 bulan. Jika nilai tersebut dibagikan ke setiap orang Indonesia, dalam 3 bulan kita semua mendapat uang tunai Rp 3 juta. Jadi intinya, kerugian tersebut skalanya sangat spektakuler.

Jawaban yang saya peroleh dari sang CFO agak mengejutkan dan mungkin merupakan ”warning” bagi kita semua dalam berbisnis dan berkorporasi. Kira-kira beginilah dialog kami berdua dalam pesawat yang ia carter. Tentu dialog ini dilakukan dalam bahasa Inggris dan maaf agak panjang :

Hengki : Congratulation ya, saya baca dari annual report tahun 2008, perusahaanmu tumbuh terus ”net-profit”-nya maupun ”earning per share”-nya selama 7 tahun berturut-turut. Padahal tahun 2008 dunia sedang mengalami krisis sampai hari ini.

CFO : Wah tampaknya kamu sudah belajar tadi malam, Hengki.

Hengki : Aahh.. nggak…. saya adalah seorang ”explorer” dan selalu ingin belajar terutama bila ada anomali (keanehan) seperti kinerja perusahaan anda. Saya juga baca dari Curriculum Vitae anda, bahwa kamu adalah seorang alumnus Harvard, ya?

CFO : Tampaknya kamu tadi malam belajarnya sampai subuh, ya..... ha,ha,ha.

Hengki (tertawa) : ....Lho saya juga tahu gaji kamu berapa kok.

CFO : Iyaa, itulah keuntungan dan kerugian bekerja di Australia dengan kebijakan keterbukaan informasi bagi perusahaan publik. Pegawai pajak dan juga istri saya bisa dengan mudah tahu berapa uang dan fasilitas yang saya peroleh dari perusahaan. Jadi saya tidak mungkin berselingkuh, kan..... ha,ha,ha. Maksudnya dengan pegawai pajak, lho.

Hengki (tertawa makin keras) : .....Ok but seriously, saya basically seorang engineer dan terus terang masih belum bisa mengerti kenapa sebuah perusahaan seperti AIG yang di kwartal ke-1 2008 rugi US$ 7,8 Miliar, lalu kemudian di kwartal ke-2 rugi US$ 5,36 Miliar, bisa kemudian rugi di kwartal terakhir US$ 61,7 Miliar. Bahkan pemerintah Amerika Serikat sempat meng-injeksi dana US$ 150 Miliar di bulan September 2008, belum tahu bahwa akan ada kerugian yang sangat fantastis seperti itu di kemudian hari. Bagaimana nasib uang dari pajak rakyat Amerika yang dipakai untuk ”mem-bailout” AIG kalau kemudian lenyap?

CFO : Kamu bingung kan, Hengki? ......Kalau saya sangat jelas penyebabnya.

Hengki : Yaa bingung-lah, apakah sistem akuntansi ataupun sistem pelaporan di dalam perusahaan tidak bisa memberikan ”early warning” (informasi awal) terhadap akan adanya kerugian tersebut? Apakah Pemerintah Amerika Serikat berisikan orang-orang bodoh semua yang dengan mudah menginjeksi uang dalam skala raksasa? Apakah semua akuntan dan pimpinan perusahaan AIG berkomplot untuk menipu secara ber-jamaah? Apakah tidak ada ”whistleblower” seperti kasus Enron? Saya tanya semua ini karena khawatir kejadian serupa bisa terjadi di Indonesia.

CFO : ...Tenang Hengki... tenang Hengki.... you are a typical CEO engineer. Saya coba jawab satu per satu. Yang pertama tentang kenapa AIG rugi. Menurut saya penyebabnya sangat jelas dan gamblang. Perusahaan sebesar AIG sudah sangat kompleks sehingga tidak ada 1 atau 2 orang pimpinan yang tahu tentang risiko dan kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh. Semua pimpinan perusahaan tidak mengetahui fundamental perusahaan mereka.

Hengki : Wah makin bingung saya.

CFO : Sederhananya begini. Kami adalah perusahaan produsen bahan peledak. Saya dan CEO kami selalu ”back to basic”. Kami selalu kembali ke perhitungan fundamental tentang berapa harga bahan baku yang kami beli. Berapa biaya untuk memproduksi bahan peledak tersebut dan berapa harga jualnya. Semua harus kembali ke perhitungan-perhitungan dasar tersebut. Investasi pabrik baru, bila merugi di sebuah negara, kami perbaiki sampai fundamentalnya benar kembali. Ini penting dan ini sering dilupakan oleh banyak perusahaan maupun juga pemerintahan.

Hengki : Jadi menurut kamu AIG tidak terkendali karena tidak menguasai fundamentalnya?

CFO : Memang terkadang para pialang dan penjaja derivatives sangat luar biasa menjual dagangannya. Saya sendiri kalau bukan lulusan Harvard, rasanya nggak enak kalau bertanya dalam pertemuan dengan mereka untuk mengajukan misalnya pertanyaan sederhana seperti ini, ”Jadi gimana risikonya dan gimana caranya kami memperoleh return?” Tapi saya selalu berusaha ”back to fundamental” dan tetap tidak malu untuk bertanya kalau tidak mengerti skemanya. Jadi sebagai alumni Harvard, saya mempunyai kepercayaan diri untuk bertanya dan tidak takut dibilang bodoh. Percaya atau tidak, banyak CEO & CFO skala dunia yang malu bertanya karena takut dikira bodoh.... it is true. Tahukah kamu berapa risiko derivative di dunia saat ini?

Hengki : Wah nggak tahu, tuh?

CFO : Saat ini risiko derivative sudah hampir mencapai US$ 1 Quadrillion. Itu semua adalah risiko yang tidak jelas fundamental bisnisnya. Saya yakin tidak ada seorang pun di AIG yang tahu risiko-risiko yang sedang diambil perusahaan mereka secara lengkap. Jadi mungkin inti sebenarnya mereka tidak berniat untuk menipu, tapi memang mungkin betul-betul tidak tahu tentang fundamental bisnisnya. Coba lihat saja kasus Bernie Maddof yang bisa menipu para jutawan sampai hampir US$ 20 Miliar (foto di kanan dari CBS news). Semua karena tidak mengetahui fundamentalnya.

Hengki : Nah.... kalau sudah tahu seperti itu, kenapa Pemerintah Amerika terus mem-bail-out AIG. Sekali lagi pertanyaan ini saya ajukan karena khawatir pemerintah Indonesia bisa melakukan kesalahan atau kebijakan serupa. Jadi lessons-learned ini penting menurut saya.

CFO : Kalau tentang ini ada teori ”Too big to fail”. Ada perusahaan-perusahaan yang tidak boleh bangkrut karena merupakan sendi-sendi perekonomian sebuah negara. Menurut pemerintah Amerika, AIG masuk kategori ini. Juga perusahaan-perusahaan produsen mobil mereka. Mungkin di Indonesia, ilustrasinya adalah perusahaan listrik anda, apa namanya ya?

Hengki : Perusahaan Listrik Negara (PLN).

CFO : Iyaaa PLN itu sudah masuk kategori ”Too big to fail” di Indonesia. Walaupun perusahaan tersebut terus merugi tapi tetap terus menerus disubsidi oleh Pemerintah. Indonesia juga tidak mencari alternatif lain untuk menghilangkan monopoli ini. Sehingga tidak mungkin PLN akan dibiarkan bangkrut berapa pun kerugiannya karena tidak ada alternatif lain, dan PLN sudah terlalu ”meng-gurita” dalam kehidupan dan perekonomian Indonesia.

Hengki : ....I think I need to study in Harvard.

CFO : Jangan.... jangan..... perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat banyak dipimpin oleh alumni Harvard dan banyak yang fail. Rasanya Derivatives dan Junk Bonds juga diciptakan oleh mereka. Lihat sekarang apa dampaknya.

Demikian kira-kira pembicaraan menarik saya di dalam pesawat terbang.

2 komentar:

  1. Saya kurang setuju kalau dibilang AIG too big to fail maka perlu di bail out. Bisnis AIG adalah menjual asuransi dari instrument yang namanya CMO, sehingga ketika harga CMO ini jatuh maka sebagai penjamin AIG harus membayar jaminan kepada para counterpartnya (sebetulnya bisnis penjaminan CMO ini hanya sebagian kecil dari AIG..akan tetapi karena jatuhnya harga CMO mampu memakan seluruh aset AIG). Persoalannya banyak nasabahnya AIG adalah bank2 besar di amrik dimana kalau AIG dibangkrutkan, maka bank2 tersebu harus mewrite-off seluruh jaminan di AIG yang berarti akan banyak bank2 yang collapse karena assetnya terkikis habis. Cuman lucunya waktu diberi bail out sekitar $150 bn sebagian besar saya dengar uangnya masuk ke bank-bank di eropah yang membuat pemerinta amerika menggertakan giginya menahan amarah..:)

    BalasHapus
  2. Mengenai industri mobil, selain industri tersebut besar (20 % ekonomi amerika bergantung kepada industr mobil) industri tersebut adalah salah satu industri kebanggaan amerika sejak jaman bahelak sampai sekarang dimana pada saat ini mengalami persaingan yang sangat berat dengan negara2 lain. Tentu saja amerika tidak akan tinggal diam dan mengikui Indonesia dengan mengimport mobil dari luar, kalau memang masih ada kemungkinan memberikan bantuan supaya bisa bangun dari tidurnya.

    Tambahan mengenai AIG:
    Kesalahan yang utama mengenai CMO ini adalah tidak ada yang mampu melihat risiko yang sesungguhnya sehingga lembaga pemeringkat memberikan peringkat yang bagus (yah tentu saja orang tertarik melihat instrument yang return tinggi tapi resiko rendah). Hal ini karena pada saat normal risiko itu dianggap tereduksi karena instrumen tersebut dipaket dimana masing2 risiko akan saling mereduksi(portfolio teori). Tapi apa nyana kejadiannya terjadi serentak (seperti walaupun telor diletakkan dikeranjang yang berbeda-filosophy investasi-tapi kalau dibawa ama truk yang sama dan truknya masuk jurang--semua telur bakal hancur..:)). Kehilangan nilai dari CMO itu lebih dari $3 triliun yang tidak mungkin pemerintah menomboknya semua. Salah satu jalan hanyalah memakai "leverage" dengan mengharap instrument tersebut sedikit mengalami apresiasi..(jadi seperti ada batu besar tapi nggak ada Hercules..yah ada kayu walaupun tenaga nggak cukup..bisa diungkit-ungkit sedikitlah..:)). Bank2 seperi citibank, bank of amerika ,dll termasuk yang masih menyimpan insrumen tersebut dan sebagian besar diasuransikan ke AIG dengan instrumen yang namanya Credit Defaul Swap(CDS). Jadi orang2 sekarang bisa bilang bahwa bank-bank tersebut sebetulnya udah menjadi Zombi (Zombi Bank).

    BalasHapus

Artikel Terbaru di Blog Ini