25 Maret 2009

Sistem Bebas Bunga Lebih Menyejahterakan daripada Sistem Bunga?

Oleh ITB77

Setyobudi Tariadi:

Masyarakat yang bebas bunga rasanya tidak akan pernah terjadi sampai dunia kiamat, kecuali Allah menghendaki. Paradigma sistem kapitalisme sudah tertanam kuat di negara-negara maju dan sudah ada sejak zaman Renaissance menguasai peradaban dunia. Malah kalau kita melihat ke Taurat dan Injil (Alkitab) praktek bunga uang (usury) ini sudah ada sejak zaman Sebelum Masehi (lebih dari 2.000 tahun yang lalu) dan diharamkan juga. Tapi karena manusia itu tempatnya lupa dan dosa, Allah memperingatkan lagi di Al Qur'an.

Yang paling realistis mungkin sebelum tahun 2100 sistem bunga dan bebas bunga berimbang peminatnya. Kalau sekarang kan masih kira-kira 95% (bunga) : 5% (bebas bunga). Mudah-mudahan saja semakin banyak manusia (semua ras, suku dan agama) di muka bumi ini yang bisa merasakan bahwa sistem bebas bunga lebih menyejahterakan daripada sistem bunga. Yang meracuni manusia dari sistem bunga kan bunga-berbunga (compound interest) dan produk-produk derivatif. Dua praktek ini merangsang manusia jadi rakus (greedy) dan bikin bubble ekonomi.

-----

Made Astana:

Saya coba nimbrung dalam topik bahwa dengan tanpa bunga akan semakin sejahtera. Jujur saja saya awam tentang masalah ini. Tapi secara logika dan asas keadilan, maka setiap pengorbanan harus diberi imbalan karena orang yang bersangkutan tidak bisa mengonsumsi atau memakai faktor produksinya.

Jadi kalau ada yang meminjam tanah atau mesin, maka karena si pemilik tanah atau mesin tersebut tidak bisa menggunakannya, si pemakai wajib memberi imbalan atas pengorbanan tersebut. Imbalan ini disebut sewa.

Begitu pula kalau ada yang menggunakan tenaga kerja, maka yang menggunakannya wajib memberi imbalan atas pengorbanan tenaga kerja tersebut. Imbalan ini disebut upah atau gaji.

Nah, begitu pula kalau ada orang yang menggunakan uang orang lain, maka yang menggunakan uang tersebut wajib memberi imbalan kepada pemilik uang sebagai asas keadilan. Imbalan ini disebut bunga.

Maka supaya adil, dengan melihat risiko dan sebagainya, imbalan ini dibuat proposional. Jadi kalau bunga ditiadakan, maka segala imbalan apa pun juga hendaknya ditiadakan juga, seperti sewa, gaji, dan sebagainya.

Justru kalau tidak ada bunga akan tidak adil dan tidak rasional. Berbagai krisis yang terjadi belakangan ini disebabkan bukan oleh masalah bunga yang sudah teruji berabad-abad, tapi hanyalah suatu keadaan di mana kita memberikan overvalue terhadap suatu obyek bisnis akibat terlalu percaya.

-----

Goenarso Goenoprawiro:

Dalam kehidupan ini pasti terjadi perniagaan seperti yang ditulis oleh Made di atas. Sedangkan perniagaan menurut Made harus ada asas keadilan. Asas keadilan itulah yang dipakai sebagai dasar perniagaan tanpa bunga ini, yang kemudian disebut perniagaan suka sama suka.

Perniagaan suka sama suka ada dua macam golongan besar, yaitu kerja sama dan jual beli. Pemakaian mesin atau tanah akan masuk dalam kerja sama. Sedangkan pemakaian uang, dipandang dari sudut penggunaannya, bisa masuk dalam jual beli.

Yang paling penting/prinsip dalam perniagaan tanpa bunga ini adalah penentuan (bagi) hasil dilakukan di depan dan ditulis dalam perjanjian. Isi perjanjian inilah yang paling menentukan.

Contoh: Saya mau merenovasi rumah. Perlu uang untuk beli material dan bayar tukang, sehingga saya membuat perjanjian jual beli dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang membelikan material dan membayar tukang itu.

Setelah itu harga material dan biaya tukang saya angsur secara bulanan setelah saya setuju (di depan) dengan KJKS berapa bagi hasil yang harus diperhitungkan (di depan) dan ditulis dalam perjanjian jual beli tersebut.

Jadi KJKS membeli material dan menjual dengan tambahan (bagi hasil) kepada saya yang membayar dengan angsuran secara bulanan.

Itu hanya satu contoh yang paling sederhana tentang perniagaan tanpa bunga menurut yang telah saya pelajari. Banyak contoh lain yang dapat saya berikan kalau ada yang mau mengajukan pertanyaan ke saya. Insya Alloh akan saya jawab.

Jadi perniagaan tanpa bunga itu bisa.

Catatan: Sengaja tidak pakai istilah bahasa Arab seperti nisbah (= bagi hasil) dan lain-lain.

-----

Dana Pamilih:

Tanpa bunga bukan berarti tanpa imbalan, hanya imbalannya dalam bentuk bagi hasil bukan ditetapkan secara fixed di depan.

Repotnya, perbankan syariah belum mengkuantifikasikan besarnya risiko vs besarnya imbalan.

Sistem konvensional sudah lebih terbakukan. Kalau kita menanam uang di obligasi pemerintah, maka imbal hasilnya yang paling minim, karena dianggap tidak ada tambahan risiko (risk premium). Tapi kalau di Bank Angin Ribut, kita minta bunga lebih. Tambahan imbalan itu mencerminkan tuntutan kita untuk mengompensasikan tambahan risiko yang kita ambil. Ini dari sisi surat utang.

Oleh karena itu diperlukan lembaga pemeringkat yang memberi gambaran tentang tingkat risiko alias kemampuan mengembalikan pokok dan bunga. Yang kualitasnya tertinggi dapat membayar bunga terendah dan makin turun kualitasnya makin naik imbal hasil bunganya.

Di pasar saham demikian juga, makin volatile harganya seperti BUMI, makin tinggi risikonya. Kalau Anda invest di grup Astra mungkin harganya tidak naik secara jor-joran, tapi turunnya juga tidak demikian.

Risk-return tradeoff-nya jelas. Ada metodologinya, ada bukti empirisnya juga.

Saya sendiri bukan ahli perbankan syariah, jadi barangkali Tyo (Setyobudi Tariadi – red) bisa bantu tentang kuantifikasi risiko sisi asetnya, sehingga imbal hasilnya sesuai dengan ekspektasi kita.

Pendapat Made tentang overvaluation sangat mengena. Jika tingkat bunga rendah atau likuiditas membanjir, nilai aset akan lebih tinggi dari nilai ekonomis. Hukum ekonomi yang kejam dan tidak pandang bulu akan mengoreksi deviasi itu. Itulah yang sering terjadi.

Sampai di mana sistem perbankan syariah tegar menghadapi kejutan peristiwa (event shock) masih perlu ditelaah. Sampai di mana sistem ekonomi syariah dapat mengantar kita pada pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, inflasi rendah dan pemerataan kesempatan, serta mencegah bahaya akhlak perlu pembuktian empiris.

Seperti yang pernah saya ungkapkan the jury is still out, tetapi permulaan yang baik telah berjalan.

-----

Artikel terkait:
Krisis Akhlak Merupakan Penyebab Krisis Global Saat Ini

24 Maret 2009

Krisis Akhlak Merupakan Penyebab Krisis Global Saat Ini

Oleh Dana Pamilih

Sebuah artikel di Far Eastern Economic Review pernah membahas bahwa krisis akhlaklah yang merupakan penyebab krisis global saat ini.

Anatomi krismon (krisis moneter) itu selalu sama: overleverage dan lack of transparency.

Krismon tahun 1998 di Indonesia juga sama anatominya. Ingat bahwa waktu itu sistem perbankan kita mencatat lebih banyak besaran pinjaman daripada deposito. Istilah perbankannya: Loan-to-deposit ratio lebih besar dari 100%. Lack of transparency ialah istilah keren dari pinjaman bodong.

Subprime merupakan pinjaman bodong, dan overleverage dihasilkan oleh posisi instrumen derivatif yang excessive (berlebihan). Posisi instrumen derivatif itu begitu besar dan kusut sehingga diejek sebagai UFO, unidentified financial obligation.

Soal krisis akhlak, saya teringat pengusaha kaliber atas yang karakternya luar biasa yaitu Pak Soedarpo Sastrosatomo almarhum. Ia pernah berkomentar: krisis keuangan adalah akibat krisis akhlak.

Ciri-ciri krisis akhlak dalam masyarakat ialah terbentuknya kelas yang privileged yang kerjanya hampir tidak ada tapi sangat tinggi taraf hidupnya dan menguasai keputusan-keputusan terpenting di masyarakat itu.

Dalam kasus di AS kelas tersebut ialah para bankers di Wall Street dan di tanah air tercinta ialah kelompok 'aristokrasi' TNI-AD. Dalam perjalanan sejarah setiap sistem akan kolaps kalau kelas ini terbentuk. Kelas ini sangat korup dan sangat serakah.

Jaman edan ialah istilah kita.

Apakah sistem syariah adalah solusinya? The jury is still out karena sistem perbankan syariah masih belum mapan dari segi governance. Sudah lengkapkah sistem akuntansi perbankan syariah? Sudah mapankah yurisprudensi sistem ini? Apakah legal dispute telah dapat diselesaikan dengan memuaskan di pengadilan yang dipimpin oleh hakim yang berkompetensi dalam keuangan syariah? Apakah otoritas moneter sudah menguasai sistem perbankan syariah sama mendalamnya dengan sistem konvensional sehingga kebijakan moneternya sama efektif, atau lebih? Saya melihat jawaban-jawaban terhadap pertanyaan ini belum afirmatif.

Di mata saya produk-produk perbankan syariah lebih equity-like daripada debt-like sehingga tidak heran sistemnya lebih stabil karena tidak mudah overleveraged. Makin kecil tingkat leverage makin stabil sistem keuangannya. Dalam sistem konvensional hal yang sama dapat dicapai dengan dikembangkannya venture capital, private equity dan kegiatan direct investment lainnya. No rocket science here.

Saya belum tahu negara mana saja yang telah mengadopsi sistem ekonomi tanpa bunga yang telah mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi, tanpa sumber minyak bumi yang melimpah. Mohon pencerahannya.

-----

Artikel terkait:
Setelah Ngobrol dengan CFO Kaliber Dunia, Baru Saya Tahu Kenapa Terjadi Krisis Keuangan Global

16 Maret 2009

Setelah Ngobrol dengan CFO Kaliber Dunia, Baru Saya Tahu Kenapa Terjadi Krisis Keuangan Global

Oleh Triharyo Soesilo

Pada tanggal 4 Maret 2009 saya berkesempatan pergi bersama ke Bontang dengan salah seorang Chief Financial Officer (CFO) perusahaan dunia yang sedang berinvestasi di Indonesia. Perusahaan yang ia pimpin mempunyai karyawan 15.000 orang di 55 negara dan mendatangkan pendapatan sekitar US$ 7 Miliar per tahun. Perusahaan publiknya termasuk 500 besar di dunia dan kategori 5 besar di Australia. Ia seorang warga negara Australia, akuntan, alumni Harvard dan umurnya masih relatif muda yaitu 44 tahun.

Karena mendapat kesempatan yang relatif langka tersebut, saya memanfaatkan pembicaraan saya pada diskusi tentang penyebab krisis finansial global. Salah satu topik diskusi hangat kami siang itu adalah kenapa sebuah perusahaan AIG bisa rugi US$ 61,7 Miliar dalam 3 bulan. Kerugian perusahaan tersebut merupakan kerugian yang sangat luar biasa dan tertinggi dalam sejarah korporasi Amerika. Angkanya sangat fantastis karena ibaratnya hampir 1,2 x Devisa Indonesia lenyap dalam 3 bulan. Uang sebesar itu bisa untuk melunasi utang krismon kita 2 x lipat hanya dalam tempo 3 bulan. Jika nilai tersebut dibagikan ke setiap orang Indonesia, dalam 3 bulan kita semua mendapat uang tunai Rp 3 juta. Jadi intinya, kerugian tersebut skalanya sangat spektakuler.

Jawaban yang saya peroleh dari sang CFO agak mengejutkan dan mungkin merupakan ”warning” bagi kita semua dalam berbisnis dan berkorporasi. Kira-kira beginilah dialog kami berdua dalam pesawat yang ia carter. Tentu dialog ini dilakukan dalam bahasa Inggris dan maaf agak panjang :

Hengki : Congratulation ya, saya baca dari annual report tahun 2008, perusahaanmu tumbuh terus ”net-profit”-nya maupun ”earning per share”-nya selama 7 tahun berturut-turut. Padahal tahun 2008 dunia sedang mengalami krisis sampai hari ini.

CFO : Wah tampaknya kamu sudah belajar tadi malam, Hengki.

Hengki : Aahh.. nggak…. saya adalah seorang ”explorer” dan selalu ingin belajar terutama bila ada anomali (keanehan) seperti kinerja perusahaan anda. Saya juga baca dari Curriculum Vitae anda, bahwa kamu adalah seorang alumnus Harvard, ya?

CFO : Tampaknya kamu tadi malam belajarnya sampai subuh, ya..... ha,ha,ha.

Hengki (tertawa) : ....Lho saya juga tahu gaji kamu berapa kok.

CFO : Iyaa, itulah keuntungan dan kerugian bekerja di Australia dengan kebijakan keterbukaan informasi bagi perusahaan publik. Pegawai pajak dan juga istri saya bisa dengan mudah tahu berapa uang dan fasilitas yang saya peroleh dari perusahaan. Jadi saya tidak mungkin berselingkuh, kan..... ha,ha,ha. Maksudnya dengan pegawai pajak, lho.

Hengki (tertawa makin keras) : .....Ok but seriously, saya basically seorang engineer dan terus terang masih belum bisa mengerti kenapa sebuah perusahaan seperti AIG yang di kwartal ke-1 2008 rugi US$ 7,8 Miliar, lalu kemudian di kwartal ke-2 rugi US$ 5,36 Miliar, bisa kemudian rugi di kwartal terakhir US$ 61,7 Miliar. Bahkan pemerintah Amerika Serikat sempat meng-injeksi dana US$ 150 Miliar di bulan September 2008, belum tahu bahwa akan ada kerugian yang sangat fantastis seperti itu di kemudian hari. Bagaimana nasib uang dari pajak rakyat Amerika yang dipakai untuk ”mem-bailout” AIG kalau kemudian lenyap?

CFO : Kamu bingung kan, Hengki? ......Kalau saya sangat jelas penyebabnya.

Hengki : Yaa bingung-lah, apakah sistem akuntansi ataupun sistem pelaporan di dalam perusahaan tidak bisa memberikan ”early warning” (informasi awal) terhadap akan adanya kerugian tersebut? Apakah Pemerintah Amerika Serikat berisikan orang-orang bodoh semua yang dengan mudah menginjeksi uang dalam skala raksasa? Apakah semua akuntan dan pimpinan perusahaan AIG berkomplot untuk menipu secara ber-jamaah? Apakah tidak ada ”whistleblower” seperti kasus Enron? Saya tanya semua ini karena khawatir kejadian serupa bisa terjadi di Indonesia.

CFO : ...Tenang Hengki... tenang Hengki.... you are a typical CEO engineer. Saya coba jawab satu per satu. Yang pertama tentang kenapa AIG rugi. Menurut saya penyebabnya sangat jelas dan gamblang. Perusahaan sebesar AIG sudah sangat kompleks sehingga tidak ada 1 atau 2 orang pimpinan yang tahu tentang risiko dan kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh. Semua pimpinan perusahaan tidak mengetahui fundamental perusahaan mereka.

Hengki : Wah makin bingung saya.

CFO : Sederhananya begini. Kami adalah perusahaan produsen bahan peledak. Saya dan CEO kami selalu ”back to basic”. Kami selalu kembali ke perhitungan fundamental tentang berapa harga bahan baku yang kami beli. Berapa biaya untuk memproduksi bahan peledak tersebut dan berapa harga jualnya. Semua harus kembali ke perhitungan-perhitungan dasar tersebut. Investasi pabrik baru, bila merugi di sebuah negara, kami perbaiki sampai fundamentalnya benar kembali. Ini penting dan ini sering dilupakan oleh banyak perusahaan maupun juga pemerintahan.

Hengki : Jadi menurut kamu AIG tidak terkendali karena tidak menguasai fundamentalnya?

CFO : Memang terkadang para pialang dan penjaja derivatives sangat luar biasa menjual dagangannya. Saya sendiri kalau bukan lulusan Harvard, rasanya nggak enak kalau bertanya dalam pertemuan dengan mereka untuk mengajukan misalnya pertanyaan sederhana seperti ini, ”Jadi gimana risikonya dan gimana caranya kami memperoleh return?” Tapi saya selalu berusaha ”back to fundamental” dan tetap tidak malu untuk bertanya kalau tidak mengerti skemanya. Jadi sebagai alumni Harvard, saya mempunyai kepercayaan diri untuk bertanya dan tidak takut dibilang bodoh. Percaya atau tidak, banyak CEO & CFO skala dunia yang malu bertanya karena takut dikira bodoh.... it is true. Tahukah kamu berapa risiko derivative di dunia saat ini?

Hengki : Wah nggak tahu, tuh?

CFO : Saat ini risiko derivative sudah hampir mencapai US$ 1 Quadrillion. Itu semua adalah risiko yang tidak jelas fundamental bisnisnya. Saya yakin tidak ada seorang pun di AIG yang tahu risiko-risiko yang sedang diambil perusahaan mereka secara lengkap. Jadi mungkin inti sebenarnya mereka tidak berniat untuk menipu, tapi memang mungkin betul-betul tidak tahu tentang fundamental bisnisnya. Coba lihat saja kasus Bernie Maddof yang bisa menipu para jutawan sampai hampir US$ 20 Miliar (foto di kanan dari CBS news). Semua karena tidak mengetahui fundamentalnya.

Hengki : Nah.... kalau sudah tahu seperti itu, kenapa Pemerintah Amerika terus mem-bail-out AIG. Sekali lagi pertanyaan ini saya ajukan karena khawatir pemerintah Indonesia bisa melakukan kesalahan atau kebijakan serupa. Jadi lessons-learned ini penting menurut saya.

CFO : Kalau tentang ini ada teori ”Too big to fail”. Ada perusahaan-perusahaan yang tidak boleh bangkrut karena merupakan sendi-sendi perekonomian sebuah negara. Menurut pemerintah Amerika, AIG masuk kategori ini. Juga perusahaan-perusahaan produsen mobil mereka. Mungkin di Indonesia, ilustrasinya adalah perusahaan listrik anda, apa namanya ya?

Hengki : Perusahaan Listrik Negara (PLN).

CFO : Iyaaa PLN itu sudah masuk kategori ”Too big to fail” di Indonesia. Walaupun perusahaan tersebut terus merugi tapi tetap terus menerus disubsidi oleh Pemerintah. Indonesia juga tidak mencari alternatif lain untuk menghilangkan monopoli ini. Sehingga tidak mungkin PLN akan dibiarkan bangkrut berapa pun kerugiannya karena tidak ada alternatif lain, dan PLN sudah terlalu ”meng-gurita” dalam kehidupan dan perekonomian Indonesia.

Hengki : ....I think I need to study in Harvard.

CFO : Jangan.... jangan..... perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat banyak dipimpin oleh alumni Harvard dan banyak yang fail. Rasanya Derivatives dan Junk Bonds juga diciptakan oleh mereka. Lihat sekarang apa dampaknya.

Demikian kira-kira pembicaraan menarik saya di dalam pesawat terbang.

10 Maret 2009

Technical Transfer Office (TTO)

Oleh ITB77

Kristina Tambunan:
Selamat kepada rekan-rekan dosen ITB ...., masing-masing tentu luar biasa karena menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Mudah-mudahan akan terus berkarya di bidangnya masing-masing.

Selamat dan terima kasih juga untuk Hengki, yang telah memicu pertemuan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Pertanyaan Hengki memang sangat menggelitik. Dengan networking terhadap banyak rekan ITB 77 dengan berbagai bidang keahlian yang ada, tentu ada sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan.

Kalau di MIT dan banyak perguruan tinggi Barat, setahu saya ada yang namanya TTO (Technology Transfer Office), yang menjembatani antara riset-riset yang diadakan perguruan tinggi dengan dunia bisnis, sehingga riset yang dihasilkan perguruan tinggi dapat langsung dikomersialisasi (melalui a.l. proyek-proyek inkubator, misalnya).

CEO TTO ini biasanya gabungan antara orang perguruan tinggi dan pebisnis andal. Saya kurang tahu apakah di ITB sudah ada lembaga yang perannya demikian. Saya rasa disinilah rekan Hengki (dan rekan-rekan lain) bisa banyak berperan, membantu menghubungkan ITB dengan portofolio keahliannya dan dunia bisnis.


Triharyo Soesilo:
Terima kasih sekali atas ide Technical Transfer Office (TTO) ini. Saya browse ke semua universitas di dunia, umumnya mereka mempunyai kantor TTO ini. Namanya pun sama yaitu semuanya TTO atau TLO (Technical Licensing Office).

Ternyata ciri-ciri sebuah negara maju, selalu ada TTO di universitas-universitasnya. Mungkin ide ini pulalah yang mendasari Pak Habibie bikin BPPT ataupun para pimpinan ITB bikin PT LAPI atau LPPM (...ini mungkin, lho).

Tulisan Pitit di atas juga betul, tentang pengelola kantor TTO atau TLO tersebut, rupanya terdiri dari gabungan pebisnis dan peneliti.

Saya sempat download beberapa annual report dari TTO berbagai universitas (contohnya University of Colorado). Mereka menjalankan kantornya ini seperti layaknya sebuah perusahaan terbuka (tbk) dengan target tahunan dan juga target pertumbuhan. Juga direksinya terdiri dari para pebisnis yang berpengalaman.

Saya jadi teringat tentang keberanian ”Research to Industry” yang dilakukan ITB-77 yaitu proses pembuatan Biodiesel oleh PT Ganesha Energy. Perusahaan ini tidak akan bisa berjalan dengan baik bila tidak ditangani oleh Achmad Setiadi (Dicky), seorang pebisnis tulen.

Saya juga teringat BPPT menjadi besar dan dekat ke Industri karena dipimpin oleh Pak Habibie yang notabene pernah jadi Vice President MBB. Jadi intinya memang harus ada kerja sama antara pebisnis dan peneliti.

Saya sedang mikir-mikir apakah komunitas ITB-77 bisa mengembangkan Technical Transfer Office (TTO) khusus untuk keluarga besar ITB-77 saja dulu.

Dari waktu ke waktu, kalau ada ”champion”-nya, sebuah ide yang baik biasanya bisa jalan di ITB-77.

Yayasan Bhakti Ganesha, ada Nurudin, Djasli dan Khrisna, syukur alhamdulilah terus memberikan beasiswa ke mahasiswa ITB setiap semester sejak 2002, dengan sisa dana masih sekitar Rp 400 juta lebih.

PT Ganesha Energy, ada Dicky, Lisminto, Nanang, Eddy Entum, Dewo dll, bisa terus berjalan dan mulai membaik.

Start-up companies mulai tumbuh untuk adik-adik kita, dan terus dibina dalam wadah Ganesha Entrepreneur Club oleh Amar Rasyad.

Saat ini kelompok baru yang mulai terbentuk adalah ”ITB-77 Generasi Kedua” yang merupakan gabungan putra-putri ITB-77 dan para penerima beasiswa YBG. Mudah-mudahan rekan Herry Saptanto berkenan untuk membimbing adik-adik kita ini.

Siapa tahu ada yang berminat untuk menangani dan menjadi ”champion” pembentukan Technical Transfer Office (TTO) ini. Ide yang dilontarkan Pitit ini agak unik dan belum ada organisasi alumni di Indonesia yang pernah mencobanya.

Siapa tahu kita bisa membuat sejarah baru, mirip seperti menulis buku tentang sebuah angkatan, yang tersimpan di internet dan terus menerus dibaca oleh puluhan pengunjung setiap harinya.

Saya juga mengomunikasikan tulisan ini ke Dr Soemantri Widagdo (TK-76). Dia adalah salah seorang pimpinan di 3M USA yang menangani bidang inovasi produk.

Sebagaimana diketahui, 3M adalah sebuah perusahaan yang hidup ”hanya” dari inovasi. Setiap tahun-nya, Soemantri-lah yang menyeleksi ratusan hasil penelitian di 3M yang layak untuk dikembangkan.

Dia ingin sekali pulang ke Indonesia dan menerapkan ilmu dan pengalamannya di 3M untuk bangsa ini. Mungkin akan aku rayu untuk gabung di TTO ini.


Anto Sarosa:
Saya sangat mendukung ide Techno Transfer Office (TTO) yang diusulkan oleh Pitit dan di-endorsed oleh Hengki.

Saya kutip pernyataan Pitit berikut ini:

Dengan networking terhadap banyak rekan ITB 77 dengan berbagai bidang keahlian yang ada, tentu ada sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan. Kalau di MIT dan banyak perguruan tinggi Barat, setahu saya ada yang namanya TTO (Technology Transfer Office), yang menjembatani antara riset-riset yang diadakan perguruan tinggi dengan dunia bisnis, sehingga riset yang dihasilkan perguruan tinggi dapat langsung dikomersialisasi (melalui a.l. proyek-proyek inkubator, misalnya).
Ada 2 (dua) hal dari pernyataan Pitit di atas yang bisa saya garis bawahi, yaitu:
  • Networking
  • Menjembatani antara riset-riset dengan dunia usaha/industri
ITB77 sangat practical dan realistis untuk membentuk TTO karena kedua poin di atas dapat dipenuhi/dilakukan.

Dalam pekerjaan sehari-hari, saya punya kemiripan tugas dengan kedua poin di atas (dengan ruang lingkup yang lebih kecil tentunya), yaitu menjembatani antara bagian-bagian R&D/Manajemen Produk dengan para Sales/Customer, sehingga mungkin bisa memberikan gambaran sedikit tentang pekerjaan sebagai “jembatan” ini. Pada intinya tugasnya adalah:
  • Sebagai konsultan, mencari solusi antara keinginan customer, dengan produk-produk (dan jasa) yang layak dikembangkan (layak teknis dan layak bisnis) – Match & Fit

  • Menjaga keseimbangan antara feature capability (kemampuan teknis) yang berasosiasi terhadap biaya, dengan harga jual yang dipengaruhi juga oleh daya saing – Profitability

  • Membuat analisa business case and feasibility – Assessment

  • Mengamati perkembangan teknologi dan menginformasikan kepada customer – Update & Improvement

  • Me-maintain produk yang ada pada customer agar selalu up-to-date dengan teknologi (bila dikehendaki) – Customer Satisfaction
Sebagai Ganesha Tekno Transfer (GTT) mungkin ada beberapa poin lain yang bisa ditambahkan:
  • Solusi permasalahan nyata yang dihadapi oleh perusahaan/dunia bisnis/masyarakat, dengan menjembatani pada keahlian di dalam ITB (77).

  • TTO bisa menjadi tempat bagi para anggota ITB77 yang punya banyak pengalaman dan keahlian kemudian men-transfernya menjadi karya nyata.

  • Bila diperlukan bisa memprakarsai proyek incubator (Pilot).
Selamat membentuk GTT !!

09 Maret 2009

Ekonomi dan Industri Kreatif

Oleh Hilman Muchsin

Hari Kamis kemarin, 5 Maret 2009, saya diundang untuk menghadiri “The 4th Leaders Learning Forum (LLF)” yang temanya adalah “Success Stories of Creative Industry”. Rasanya akan cukup menarik mengulas Ekonomi Kreatif ini, karena momentum ini sangat bagus untuk mendorong berkembangnya profesi-profesi kreatif di Indonesia.

Istilah Ekonomi Kreatif pertama kali didengungkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku “Creative Economy, How People Make Money from Ideas”.

Dia seorang yang multiprofesi. Selain sebagai pembuat film dari Inggris, ia juga aktif menyuarakan ekonomi kreatif kepada pemerintah Inggris sehingga dia banyak terlibat dalam diskusi-diskusi pembentukan kebijakan ekonomi kreatif di kalangan pemerintahan negara-negara Eropa.

Menurut definisi Howkins, Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah Gagasan, hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak.

Dr. Richard Florida dalam bukunya “The Rise of Creative Class” dan “Cities and the Creative Class”, menyuarakan tentang industri kreatif dan kelas kreatif di masyarakat (Creative Class). Menurut Florida, “Seluruh umat manusia adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik kaca mata atau seorang remaja di gang senggol yang sedang membuat musik hip-hop. Namun perbedaanya adalah pada statusnya (kelasnya), karena ada individu-individu yang secara khusus bergelut di bidang kreatif (dan mendapat manfaat ekonomi secara langsung dari aktivitas tersebut). Tempat-tempat dan kota-kota yang mampu menciptakan produk-produk baru yang inovatif dan tercepat akan menjadi pemenang kompetisi di era ekonomi ini”.

Robert Lucas, pemenang Nobel dibidang Ekonomi, mengatakan bahwa kekuatan yang menggerakan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari tingkat produktivitas klaster orang orang bertalenta dan orang-orang kreatif atau manusia-manusia yang mengandalkan kemampuan ilmu pengetahuan yang ada pada dirinya.

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada pembukaaan Pameran Pekan Budaya Indonesia, juga tengah bersiap-siap menyambut era Ekonomi Kreatif ini, yang beliau sebut sebagai ekonomi gelombang ke-4. Ekonomi gelombang keempat merupakan kelanjutan dari ekonomi gelombang sebelumnya yang mengandalkan teknologi informasi sebagai ujung tombak. Keunggulan ekonomi gelombang baru ini adalah ekonomi yang menitikberatkan pada tiga aspek orientasi, yakni: kreativitas, budaya dan warisan budaya, serta lingkungan. Perhatikan bahwa KREATIVITAS akan menjadi pijakan utama dalam ekonomi gelombang baru ini.

Menteri Perdagangan RI, Dr Mari Elka Pangestu pada tahun 2006 sudah meluncurkan program Indonesia Design Power di jajaran Departemen Perdagangan RI, yaitu suatu program pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar domestik maupun ekspor.

Ekonomi dan Kreatif, kedua hal ini bukanlah hal yang baru karena sejak dulu sudah dikenal. Yang baru adalah hubungan di antara keduanya yang kemudian menghasilkan penciptaan nilai ekonomi yang dahsyat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru melalui eksplorasi HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antarmanusia dan antarnegara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI.

Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.

Dari penelitian-penelitian statistik yang supercanggih di Amerika, mereka telah berhasil mengidentifikasi bahwa konsep-konsep dan gagasan kreatif adalah modal baru bagi perkonomian di negara-negara maju, yang ternyata ekonomi kreatif telah mampu menjadi sumber ekonomi yang tinggi.

Industri kreatif umumnya melahirkan inovasi-inovasi yang layak dipatenkan. Karenanya orang-orang yang bekerja di dunia penelitian sains dan teknologi, arsitek, desainer produk/mebel, desainer grafis, pemusik dan seniman adalah bagian dari keluarga besar ekonomi kreatif. Pergeseran orientasi ekonomi dunia dari ekonomi Fordist ke post-Fordist yang mengedepankan aset sumber daya manusia, telah menyebabkan persaingan luar biasa dalam merebut dan merayu talenta-talenta di dunia kreatif ini.

Masa depan ekonomi dunia berada di pundak orang-orang kreatif yang mampu menyulap pengetahuan dan kreativitas menjadi inovasi yang melahirkan mesin ekonomi yang luar biasa. Dan kota-kota dunia pun berlomba-lomba merayu orang-orang bertalenta ini. Atau diistilahkan oleh Richard Florida sebagai fenomena ‘global competition of talents.’ Itulah sebabnya Silicon Valley keluar sebagai pemenang. Itulah sebabnya kota-kota di Inggris dan Belanda beralih dari ekonomi berbasis industri menjadi ekonomi kreatif sebagai basis masa depan. Di Inggris mereka menghasilkan pergerakan ekonomi senilai 112 miliar Poundsterling. Di Singapura, tahun 2005 diluncurkan gerakan ekonomi kreatif dengan tema Design Singapore, Media 21 dan Rennaisance City 2.0.

Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia memiliki karateristik yang spesifik dan perlu perencanaan yang matang, agar dapat berperan aktif dalam era ekonomi kreatif, seperti:

  1. Pertanian
    Kondisi geografis yang sangat luas dan sumber daya alam yang melimpah tetap merupakan daya tarik dalam berinvestasi di bidang pertanian. Pergeseran orientasi ekonomi di dunia barat cenderung mengatakan era geografis telah usai di negara mereka. Itu bagi mereka. Menurut saya, itu belum sepenuhnya benar untuk Indonesia, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa masa kejayaan Indonesia dalam bidang pertanian telah mulai meredup dan tersalip oleh negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Vietnam. Bila dilihat dalam statistik, luas lahan pertanian juga semakin susut dan arus urbanisasi tenaga kerja produktif pedesaan yang lebih tertarik bekerja di kota terus meningkat. Tetapi apakah ekonomi pertanian harus berlalu tanpa bekas? Bila kita renungkan, banyak sekali kesenian-kesenian tradisional, upacara adat, bahkan sampai hajatan pernikahan yang terkait erat dengan aktivitas pertanian (musim bercocok tanam sampai ke pasca panen memiliki makna religius dan sosial kemasyarakatan yang sangat unik). Desain alat pertanian yang genius, lagu-lagu tentang alam, sistem irigasi yang unik, semua adalah bentuk dari kearifan budaya tradisi pertanian yang mengakar sangat dalam pada masyarakat Indonesia, dan jejak itu tetap melekat secara budaya maupun perilaku, terpatri (embedded) di dalam DNA bangsa Indonesia.

  2. Industri
    Jumlah tenaga kerja yang sangat besar dan murah serta ketersediaan kawasan industri yang juga melimpah menjadi daya tarik negara-negara maju untuk merelokasi industrinya ke Indonesia. Indonesia juga belum sampai pada pencapaian efisiensi industri yang menggembirakan dikarenakan permasalahan energi yang belum sepenuhnya tertanggulangi dengan baik.

  3. Informasi
    Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari informasi. Saat ini pemerintah masih terus berupaya meningkatkan taraf pendidikan rakyat Indonesia. Sekolah-sekolah Tinggi dan Kejuruan masih didominasi di kota-kota besar/Ibu kota provinsi. Dari sisi teknologi informasi, jumlah satuan daya sambung telepon dan penetrasi sambungan Internet masih akan terus berkembang karena saat ini masih sangat terkonsentrasi di Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Barat.

  4. Kreatif
    Tanpa disadari, peradaban Indonesia dan warisan budayanya sangatlah tinggi dan telah berlangsung sejak berabad-abad yang silam. Bukti supremasi peradaban Indonesia bisa dilihat dari warisan produk budaya Indonesia seperti kecanggihan enjiniring pada Borobudur, teknik pembuatan kapal, bela diri tradisional, tari-tarian, alat musik, senjata tradisional, pengobatan tradisional, sandang, dan masih banyak lainnya.

Dibutuhkan upaya yang sitematis dan terencana dalam menyikapi keunikan yang dimiliki Indonesia ini. Yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah mengenali warisan budayanya dan berpikir kreatif untuk pengembangannya dalam konteks masa depan.

Menurut Florida, tidak cukup bila swasta atau pemerintah berpikir bahwa dengan hanya membangun kawasan industri yang canggih maka akan segera tercipta suatu lingkungan yang kreatif. Dibutuhkan kemampuan untuk melihat penciptaan ekonomi dari beberapa sudut, seperti dari ekonomi itu sendiri, dari sisi teknologi dan dari sisi artistik & kreatif. Di setiap daerah yang memiliki tingkat ekonomi tinggi, terdapat karakter-karakter yang terdiri dari 3 komposisi: Talenta, Toleransi dan Teknologi.

  1. Talenta
    Orang-orang yang memiliki talenta memiliki penghasilan yang tinggi dari gagasan-gagasan kreatifnya. John Howkins menyebut mereka sebagai orang-orang yang hidup dari penciptaan gagasan dan mengeksploitasinya dengan berbagai cara.

  2. Toleransi
    Florida mengatakan bahwa saat ini lapangan pekerjaan akan tercipta di tempat-tempat di mana terdapat konsentrasi yang tinggi dari para pekerja kreatif, bukan kebalikannya. Mengapa? Mudah saja, orang-orang yang memiliki talenta tinggi memiliki daya tawar yang tinggi, mereka memiliki banyak alternatif karena permintaan tinggi. Bila mereka ditawari pekerjaan di daerah-daerah yang sepi dan membosankan, mereka cenderung akan menolak, maka yang lebih berkepentingan adalah user dari pekerja kreatif ini dan user akan mengalah, asalkan mereka mendapat SDM yang berkualitas. Apa hubungannya dengan Toleransi? Ini berkaitan dengan iklim keterbukaan. Bila suatu daerah memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap gagasan-gagasan yang cerdas dan kontroversial, serta mendukung orang-orang yang berani berbeda, maka iklim penciptaan kreativitas dan inovasi akan semakin kondusif, karena pekerja kreatif dapat bebas mengekpresikan gagasannya. Termasuk dalam toleransi adalah kemudahan untuk memulai usaha baru dan ketersediaan kanal-kanal solusi finansial untuk mengembangkan bisnis.

  3. Teknologi
    Teknologi sudah menjadi keharusan dan berperan dalam mempercepat, meningkatkan kualitas dan mempermudah kegiatan bisnis dan bersosial. Teknologi menunjang produktivitas. Dengan demikian, kemudahan mengakses dan membeli teknologi, serta transfer teknologi adalah faktor penting dalam pembangunan ekonomi kreatif. Contoh dalam penggunaan perangkat lunak. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pembelian lisensi perangkat lunak adalah suatu kendala besar karena harga perangkat lunak di Jakarta masih relatif sama dengan harga di New York. Tentu dirasakan mahal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Biaya mengakses internet di Indonesia juga masih dirasakan terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Ini adalah faktor penghambat kelancaran lahirnya industri-industri baru.

Indonesia mempunyai banyak modal kreativitas, yang kurang hanya tidak mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikannya. Untuk itu langkah-langkah yang dibutuhkan adalah: Mengenali apa yang kita miliki (jati diri bangsa serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia) dan menyusun langkah-langkah konstruktif, misalnya Menyusun Cetak Biru Ekonomi Kreatif Indonesia yang melibatkan seluruh stake holder, menggiatkan inisiatif (baik swasta maupun Pemerintah) untuk menciptakan tempat-tempat pengembangan talenta industri kreatif di daerah-daerah, dan menciptakan produk yang berbasis budaya berdasarkan prioritasnya, misalnya:

  • Pariwisata
  • Kerajinan
  • Gaya Hidup (spa, herbal, kuliner)
  • Furniture, dll

07 Maret 2009

Penggunaan Stimulus Fiskal Tahun 2009, Berdampak Signifikan?

Oleh Hilman Muchsin

Kita belajar dari pengalaman Amerika dalam mengatasi krisis ekonominya (tahun 1933 - 1939) yaitu dengan memacu program di sektor publik melalui kebijakan fiskal, serta mengintensifkan pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik dll, yang ternyata hasilnya membuat kehidupan dan politik di AS menjadi lebih baik, kompetitif dan mampu keluar dari krisis.

Sebelum terjadi krisis ekonomi global, pembangunan infrastruktur di Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar, sementara Pemerintah tidak mempunyai dana yang cukup. Oleh karenanya Pemerintah mendorong pihak swasta untuk melakukan kerja sama dengan pemerintah dalam pola PPP yang saling menguntungkan. Kenyataannya penerapan pola PPP dalam kondisi ekonomi normal saja sering terjadi financial mismatch di sisi pembiayaan, kenapa? Karena dana perbankan yang tersedia memiliki tenor maksimum 8 - 10 tahun sedangkan investasi infrastruktur berjangka panjang lebih dari 20 tahun.

Saat ini terjadi krisis ekonomi global, di mana dana di pasar uang menjadi sangat terbatas, sementara proyek infrastruktur harus dijalankan (kalo kita mau keluar dari krisis). Oleh karena itu pemerintah berencana melakukan upaya bridging financing untuk menutupi kekurangan dana melalui pengoperasian Infrastruktur Fund. Fasilitas pembiayaan infrastruktur Indonesia (IIFF) rencananya berbentuk perseroan terbatas (PT), di mana pemegang sahamnya adalah pemerintah 30% dan sisanya 70% dikuasai Bank Dunia, ADB, dan Bank Pembangunan Jerman (KfW). Sudah barang tentu kajian kelayakan usaha (secara ekonomi dan finansial) menjadi prioritas, jadi tidak sekadar mendorong asal membangun saja.

Jadi IIFF bisa menyalurkan kredit, mengelola dana lembaga keuangan lokal, seperti dana pensiun/asuransi, dll. Dana yang dihimpun dalam IIFF digunakan untuk membangun infrastruktur yang dilakukan oleh investor swasta nasional, regional, atau international.

Apakah badan usaha ini akan efektif? Apakah IIFF bisa merupakan alternatif pembiayaan dengan tenor berjangka panjang > 12 tahun? Bagaimana mekanismenya??

Sebagai contoh konkret, tanpa adanya krisis ekonomi saja (kondisi normal), implementasi penggunaan Dana Badan Layanan Umum yang disiapkan dan dilakukan oleh pemerintah sendiri untuk anggaran tahun 2007/2008 untuk proyek-proyek infrastruktur, dana yang terserap tidak lebih besar dari 20% saja???, apakah ada yang salah di dalam pengelolaannya atau regulasinya tidak mendukung atau…?

Pemerintah sendiri dalam rangka antisipasi memburuknya krisis ekonomi global, telah menetapkan anggaran Rp 10,2 triliun untuk menambah alokasi anggaran proyek infrastruktur yang telah ditetapkan dalam APBN 2009 senilai Rp 102 triliun. Dengan harapan melalui dana stimulus itu akan terbuka lapangan kerja baru.

Pertanyaannya adalah apakah angka Rp 10,2 triliun sudah mempertimbangkan nilai dan skala stimulus yang efektif? Bagaimana pendistribusian Rp 10,2 triliun? Dan dialirkan ke mana saja?

Ternyata dana yang langsung digunakan untuk proyek infrastruktur hanya Rp 7,37 triliun, sedangkan sisanya untuk mendanai proyek-proyek non-infrastruktur. Belum lagi dalam implementasi dan penyerapan tenaga kerja?

Kalo kita melihat prosentase pembiayaan infrastruktur kita terhadap PDB, maka posisi Indonesia tidak lebih baik dari Albania dan Kazakhstan, apalagi dengan Kambodia kita tertinggal sangat jauh (lihat gambar dibawah)


Menurut Ichsanudin Noorsy, kalau kita melihat skala ekonomi Indonesia dengan PDB Rp 5.295 triliun, lalu mahalnya biaya distribusi dan miskinnya infrastruktur serta besarnya jumlah pengangguran dan tingginya penduduk miskin (35,2 juta orang), maka stimulus Rp 10,2 triliun itu hanya pelepas dahaga dan bukan merupakan solusi untuk mengatasi kemiskinan dan upaya membangun daya tahan ekonomi Indonesia.

Pemerintah Indonesia harus menentukan fokus yang terarah dalam memanfaatkan dana yang serba terbatas sebagai stimulus fiskal. Jadi kalau dana stimulus fiskal yang hanya Rp 10,2 triliun digunakan menciptakan 3 - 4 juta lapangan kerja baru, kayaknya terlalu optimistis dan sangat ambisius.

04 Maret 2009

Cara Bijaksana Mengelola Account Facebook Anda

Oleh Amrie Noor

Seperti hal lainnya, baik olahraga, merokok, baca, nonton, main video games di PC, PS3, XBox dan mengelola fb account yang bersifat addictive, kontrol tetap ada pada kita.

Saya heran kalau ada teman-teman yang saking takutnya kecanduan fb, sampe accountnya ditutup. Seperti 'hobi' lain, Virtual Networking Site macam fb ini ada manfaat dan jeleknya. Ya, ambil manfaatnya aja toh. Kan kita gak ngelego mobil hanya karena dia bikin polusi dan menambah macet.

Siasati aja dengan jeli. Ignore semua kiriman barang-barang maya, causes yang gak relevan atau games. Pilih maksimum 5 groups untuk memperluas networking anda: alumni itb, jurusan, angkatan, sma dan Indonesia Golf Community kalo situ suka golf. Cukup deh!!

Kalo mau tambah 3 lagi, ya masuk grup: smp-mu, treat water with respect (relevant cause) dan grup anak menteng kalo dulu rumah lo ada di Menteng Pulo misalnya.

Kunjungi fb seminggu sekali: confirm friends yang add anda, kirim birthday note ke teman-teman anda yang ultah, gak usah komentar-komentar foto atau statusnya, gak usah browsing ke profile site teman-temanmu, cukup visit grup-grupmu kalo ada additional teman yang baru join atau info-info penting yang ada di group wall dan group topic.

Di grup Indonesia Golf Community yang aku create sejak October 2008 telah ada 575 members. Mereka sih enak banget karena creatornya rajin amat nulis dan setiap tulisan selalu dikirim ke members via feature 'Message to all members'.

Kalo anda mengontrol diri seperti yang aku sarankan, sejam 1x seminggu juga beres ngurusin fb!

Don't make it a big deal out of it. It is not, really...

Artikel terkait:
Brand Ambassador dan Fasilitas ‘Pecat Teman’ di Facebook

03 Maret 2009

Bahasa Inggris (dan Bahasa Asing Lainnya) Versus Bahasa Indonesia

Oleh ITB77

Paulus Herlambang:
Bahasa Inggris: Orang hidup & orang mati tubuhnya disebut 'body' (tidak dibedakan).

Bahasa Indonesia: Orang hidup tubuhnya disebut 'tubuh', sedangkan orang mati tubuhnya disebut 'jenazah'. Jadi jelas, kalau kita bilang 'jenazah' berarti orangnya sudah mati.


Syafril Hermansyah:
Bahasa Indonesia memang lebih penuh "warna".

Bahasa Inggris untuk padi/gabah, beras maupun nasi sama saja "rice".


Saiful Ridwan:
Kalau di Perancis, jangan tanya soal berapa istilah yang mereka miliki untuk menjelaskan keju.

Dengan sederhana mereka juga bisa bilang soal kentang: potato, spud, chips, crips, rosti, ...

Jadi soal warna/nuansa bahasa sangat tergantung konteks lokal.


Amrie Noor:
Tentang bahasa, masing-masing punya 'kekayaan ekspresi' dan nuansa sesuai dengan budaya, lokasi, keunggulan asal bangsa tersebut.

Bahasa Indonesia membedakan 'kami' dan 'kita', English hanya mengenal 'we'. Tapi mereka membedakan upset, angry dan furious.

Eskimo punya 27 kata untuk 'salju'.

Kita punya kata 'dia' karena bahasa Indonesia adalah non gender, sehingga untuk menyebut Tuhan kita tak perlu memilih pakai He atau She, karena kalau kita pilih 'He' akan bikin marah teman-teman perempuan.

Bahasa Indonesia tak mengenal kata 'adil' (adaptasi dari bahasa Arab), sehingga aku gak heran kalo susah mencari keadilan di negeri ini.

Bahasa Perancis sangat ekspresif dan mempunyai banyak sinonim dalam menerangkan hal tentang 'cinta', 'sex' dan 'gastronomy' (foods-related issue), karena budayanya sangat mengagungkan ketiga hal tersebut.

Bahasa Jerman sangat presisi untuk menerangkan hal-hal yang berbau teknis.

Jadi setiap bahasa punya kelebihan dan keunikan masing-masing.

02 Maret 2009

Masalah “Hit or Miss” dalam Pandangan Ekonomi Merupakan Hal yang Sangat Relatif

Oleh Krishna Amier Hamzah

Terlebih dahulu tentunya saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada kepedulian Pak Katua terhadap kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat kita. Sumbangan yang sangat berarti pula bagi “intelectual exercise” kita.

Saya mungkin bukan orang yang pandai mengekspresikan pemikiran melalui tulisan, tapi saya coba untuk sedikit memberikan sumbangan.

Masalah “Hit or Miss” dalam pandangan ekonomi merupakan hal yang sangat relatif.

Economics is a study of human behavior. Ketepatan analisis kita tergantung pada kemampuan kita untuk memahami perilaku suatu kelompok masyarakat—yang menghasilkan asumsi-asumsi dasar—serta kekuatan metode analisis yang kita gunakan, seperti statistika dan ekonometrika.

Suatu prediksi bisa menjadi “hit” pada jangka pendek, tetapi “misses” (plural lho!) setelah beberapa lama. Inilah yang terjadi pada teori Keynes yang menyelamatkan perekonomian Eropa dari “great depression” dengan konsep campur tangan pemerintah, namun menimbulkan persoalan-persoalan yang rumit setelah perang dunia kedua.

Demikian pula suatu “miss” bisa menjadi “hits” (juga plural) setelah jangka waktu yang lebih panjang, dan inilah yang mengantarkan beberapa ekonom neo klasik mendapat hadiah nobel di awal tahun 80-an.

Demikian selalu terjadi berganti-gantian. Umumnya kesulitan kita dalam melakukan prediksi adalah menentukan seberapa besar “inersia” suatu kelompok masyarakat terhadap kebijakan (policy) dan gangguan (disturbance).

Mungkin (sekali lagi mungkin) ini pula sebabnya sebagian besar penerima hadiah nobel ekonomi berlatar belakang filsafat, matematika dan fisika sebelum mereka belajar ekonomi secara formal.

Economics is also a science of choice. Kekuasaan memilih ada di tangan pembuat kebijakan (pemerintah, yang dipilih berdasarkan proses politik) berdasarkan alternatif yang disodorkan oleh ekonom-ekonom “kepercayaan” penguasa.

Di Amerika, perdebatan calon presiden selalu diwarnai oleh pilihan-pilihan yang ditawarkan oleh kandidat berdasarkan konsultasi dengan tim ahli ekonominya… Di Indonesia? Wallahu a'lam bisshawab.

Hal lain yang menarik adalah bahwa sepanjang pengetahuan saya, belum ada ekonom Indonesia (yang paling kita kagumi sekalipun) yang berhasil memasukkan tulisannya di jurnal paling bergengsi, American Economic Review. Para ekonom di negara maju “berperang” di jurnal ilmiah sebelum mereka menjadi terkenal dan menulis di koran atau majalah, atau menjadi pejabat di Bank Sentral atau Bappenas.

Indonesia? Saya pribadi cukup kagum dengan kemampuan DR SRI MULYANI yang cukup konsisten dengan “ke-ekonom-an” nya. Tapi beliau bisa digantikan oleh seorang ”politikus”… bayangkan bahayanya keberanian “memilih” ini… di bidang perencanaan pula… Akibatnya kan baru terlihat setelah jangka waktu cukup panjang. Alhamdulillah deputinya mayoritas para Ph.D. yang alumni ITB pula… mudah-mudahan bisa mengimbangi dan meluruskan.. amin..

Sekali lagi apresiasi yang tinggi saya sampaikan pada Pak Katua dan teman-teman yang mau peduli dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Semoga semakin hari kita semakin diberi kekuatan dan pencerahan dalam “memahami” perilaku dasar masyarakat kita, sehingga dapat menawarkan alternatif terbaik bagi pemerintah yang akan datang, dan kita akan merasa bangga bila salah satu atau salah banyak teman kita termasuk di dalam kabinetnya. Amin.

Artikel terkait:
My Hit and My Misses – Analisa saya di tahun 2008 yang betul dan yang salah

01 Maret 2009

Gimana Kalau Kita Bentuk “ITB-77 Juniors”?

Oleh Triharyo Soesilo

Entah kenapa setiap kali membaca e-mail yang berisi nama-nama putra-putri ITB-77 yang kuliah di ITB, saya kok jadi ikut bangga dan bahagia (walaupun anak saya baru saja disunat bulan lalu). Sewaktu membaca e-mail e-mail tersebut, terbayang betapa bahagianya para orangtua mahasiswa tersebut sewaktu mendengar putra atau putrinya diterima di ITB. Saya juga tiba-tiba membaca beberapa penulis e-mail baru (di milis itb77), yang tiba-tiba muncul, untuk menyampaikan nama putra atau putrinya yang kuliah di ITB. Ada sebuah perkembangan yang sangat positif.

Atas besarnya respons dan animo tentang ini, saya berpikir dan mengusulkan bagaimana kalau kita membentuk organisasi “ITB-77 Juniors”. Organisasi ini terdiri dari putra-putri ITB-77 yang kuliah dan bekerja di mana saja. Organisasi ini dimulai oleh para putra-putri yang kuliah di ITB sebagai tim awal. Lalu menyebar ke putra-putri di perguruan-perguruan tinggi lain dan juga para penerima beasiswa YBG (Yayasan Bhakti Ganesha). Komunikasi bisa mulai terbentuk melalui milis, facebook dan juga tentunya silaturahmi pada saat acara hura-hura orang tuanya.

Organisasi ini bisa mengakumulasi dan menampung informasi dari jejaring para “ITB-77 Senior” seperti:

  1. Tempat kerja praktek (KP)
  2. Informasi beasiswa (sebagai contoh YBG menurut ide para pengurusnya merencanakan akan memberikan 30% dana beasiswa ke putra-putri ITB-77)
  3. Informasi lowongan pekerjaan
  4. Informasi tentang peluang bisnis
  5. Saran dan rekomendasi tentang meniti karier
  6. Sharing pengalaman dan juga tentang “kristal” kehidupan
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan dan cita-cita hakiki bahwa “Kehidupan dan karya para putra-putri kita harus lebih baik dari para orangtuanya”.

Rasanya bila kita bisa membentuk organisasi ini, mungkin ITB-77 adalah satu-satunya angkatan yang mengembangkan paguyuban silaturahminya untuk mencakup para putra-putrinya. Mohon feedback dan saran terhadap usulan di atas.

Nb: Saya sering di malam-malam hari dan juga di weekend terus melakukan “chatting” dengan para alumni muda yang tergabung dalam Program “100 Start-Up Companies”. Saya pikir-pikir kalau diskusi tersebut juga saya lakukan dengan para alumni muda putra-putri ITB-77 mungkin akan lebih seru.

Artikel Terbaru di Blog Ini