01 Juli 2009

Memilih Presiden: Antara Citra dan Program

Oleh Setyobudi Tariadi

Persaingan semakin panas pada minggu terakhir kampanye pemilihan Presiden (pilpres). Ketiga pasangan calon Presiden (capres) dan calon Wakil Presiden (cawapres) semakin gencar tebar pesona dan program.

Berdasarkan pengamatan penulis sampai minggu terakhir masa kampanye, mayoritas rakyat Indonesia masih mengutamakan citra dalam memilih Presidennya. Hanya sebagian kecil saja yang memilih Presiden berdasarkan programnya. Walaupun sangat disayangkan, tetapi nampaknya beginilah perkembangan masyarakat Indonesia sampai masa kini.

Sikap yang ideal dalam memilih Presiden adalah dengan memberikan bobot penilaian lebih besar kepada program-programnya dibandingkan terhadap citranya. Hal ini dilakukan oleh sebagian pemilih di AS dan negara-negara maju lainnya. Pada pilpres AS tahun lalu rakyat AS memilih Obama karena program-programnya secara umum lebih dapat diterima daripada milik Mc Cain. Tetapi memang penampilan fisik yang ramping dan kepribadian Obama yang hangat juga mengangkat citra dirinya di mata pemilih.

Pencitraan

Di Indonesia tim konsultan kampanye SBY – Boediono sangat menyadari pentingnya pencitraan ini. Mereka gencar memasang iklan pencitraan SBY di media masa. Walaupun jingle salah satu iklan pencitraannya menyontek jingle iklan mie instan, tetapi iklan ini tampaknya berhasil menarik hati masyarakat calon pemilihnya.

Pada iklan-iklan yang lain, ditonjolkan citra SBY yang formal, santun, cinta keluarga dan penuh perhatian kepada rakyat. Boediono sendiri dicitrakan sebagai orang yang sederhana dan santun. Banyak pemilih tertarik memilih SBY - Boediono karena citranya ini.

Pasangan JK – Wiranto dengan jargon ”lebih cepat lebih baik” ingin mencitrakan bahwa mereka cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. JK sendiri di iklan-iklannya banyak berpenampilan santai dan tersenyum ramah. Di iklannya bersama JK, Wiranto yang tegap juga sering terlihat tersenyum ramah. Di setiap acara kampanye, JK juga terlihat suka menampilkan komentar yang spontan ditambah humor menyegarkan.

JK – Wiranto juga mencitrakan dirinya sebagai pasangan Nusantara. JK dari luar Jawa, sedangkan Wiranto dari Jawa. Sebenarnya yang lebih meng-Indonesia adalah Mega – Prabowo. Mega keturunan Walu (Jawa – Bengkulu), Prabowo campuran Jamin (Jawa – Minahasa). Sementara itu SBY – Boediono merupakan pasangan dari Jawa Timur.

Yang terlihat relatif kurang mengampanyekan citra diri adalah pasangan Mega – Prabowo. Walapun sebagai perempuan Mega selalu menjaga penampilannya, tetapi tim kampanyenya kurang berusaha mengangkat citra diri Mega. Hal yang sama terjadi pada Prabowo. Citra yang bisa ditangkap pemirsa televisi dari iklan-iklan Mega – Prabowo adalah keduanya tegas, sangat nasionalis, cinta tanah air dan rakyatnya yang berpenghasilan rendah.

Program kerja

Persaingan kampanye program juga cukup seru. Banyak program yang ditawarkan ketiga pasangan capres dan cawapres melalui televisi nasional maupun di kota-kota yang mereka kunjungi. Tetapi yang lebih ditekankan oleh ketiga pasangan ini pada kampanyenya adalah bidang ekonomi.

Untuk pertumbuhan ekonomi pasangan SBY – Boediono cukup mematok target 7% pada 2014. Pertumbuhan yang mengandalkan sektor manufaktur, perdagangan dan jasa lainnya ini menyerap 2,8 juta angkatan kerja baru. Setiap 1% pertumbuhan ekonomi pada sektor yang mayoritas padat modal ini menyerap 400.000 tenaga kerja.

SBY – Boediono juga akan tetap melaksanakan privatisasi BUMN walaupun secara selektif. Mereka berpendapat privatisasi adalah cara memperbaiki kinerja BUMN yang tidak efisien.

JK – Wiranto yang menawarkan kemandirian ekonomi menjanjikan pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2011. Dengan demikian mulai 2011 diharapkan dapat diserap 3,2 juta angkatan kerja per tahun. Pasangan ini selalu mengajak rakyat untuk menggunakan produk dalam negeri. JK juga menyatakan sanggup meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah menjadi 25% pada tahun 2014.

Sementara itu pasangan Mega – Prabowo yang mengusung ekonomi kerakyatan berani memasang target double digit (minimal 10%) untuk tahun 2013. Pertumbuhan sebesar ini dicapai dengan mengembangkan industri yang padat karya di sektor agribisnis ditambah yang padat modal di sektor manufaktur, perdagangan dan jasa lainnya. Pada tahun 2013 industri agribisnis dapat menciptakan lapangan kerja bagi 6 juta orang pada setiap 1 juta hektar lahan. Menurut Prabowo saat ini ada 59 juta hektar hutan rusak di Indonesia yang harus dikonversi menjadi lahan produktif.

Mega – Prabowo juga berjanji untuk menghentikan privatisasi BUMN. Untuk menyehatkan BUMN yang sakit cukup dengan mengganti Direksi dengan orang-orang profesional dan memperbaiki sistem kerja. Nampaknya Mega ingin bertobat atas dosanya menjual BUMN sewaktu dia menjadi Presiden pada 2001 – 2004.

Terlihat capres dan cawapres yang pengusaha (JK dan Prabowo) lebih berani dalam memasang target pertumbuhan ekonomi. Sebagai pengusaha mereka biasa menetapkan target-target yang progresif agar perusahaannya dapat berkembang dengan pesat. Target yang progresif ini adalah pembangkit semangat kerja bagi masa depan yang lebih baik.

Tidak heran jika bisnis mereka cepat berkembang dan assetnya meningkat pesat. Tetapi tentu mereka berdua juga pernah mengalami kerugian dalam bisnisnya atau harga saham perusahaannya menurun. Walaupun demikian mereka tetap dapat bertahan dari badai dan bangkit kembali. Mental keduanya yang pantang menyerah membuat bisnis mereka sukses.

Pada dasarnya mengelola negara mirip dengan mengelola perusahaan. Presiden, Wakil Presiden, Menteri Koordinator dan Menteri sebagai lembaga eksekutif negara adalah Direktur Utama, Wakil Direktur Utama, Direktur dan Kepala Divisi yang merupakan eksekutif perusahaan. Eksekutif negara bekerja untuk menyejahterakan rakyatnya, eksekutif perusahaan bekerja untuk menyejahterakan karyawannya.

Mengikuti analogi di atas, pengusaha sukses tidak akan canggung menjadi Presiden. Pengusaha sukses mengembangkan perusahaannya dengan cara mengoperasionalkan gagasan kreatifnya. Jika menjadi Presiden, maka dia yang biasa berpikir di luar kotak akan bekerja keras dan cerdas dalam menyejahterakan rakyatnya.

Prestasi terbaik

Tidak banyak prestasi menonjol yang dicapai Megawati karena dia menjadi Presiden hanya selama 3 tahun. Tetapi Megawati membuka jalan bagi SBY untuk memanen hasil dari benih yang ditanam Megawati. Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang ditandatangani Megawati tahun 2002 memuluskan jalan bagi SBY untuk bisa memberantas korupsi.

Prestasi terbaik SBY adalah pemberantasan korupsi, swasembada beras dan penyelesaian masalah HAM dengan Timor Timur. Di samping itu tentu masih banyak prestasi lainnya dari SBY. Tetapi banyak rakyat yang keliru menilai penurunan harga BBM dalam negeri. SBY hanya sedang beruntung dapat menurunkan harga BBM 3 kali mulai 15 Desember 2008 sampai 15 Maret 2009. Penurunan harga BBM dalam negeri sebenarnya adalah karena melemahnya harga minyak dunia mulai September 2008 sampai April 2009.

Di lain pihak JK sebagai wapres juga mencetak beberapa prestasi menonjol. Perdamaian di Aceh adalah berkat kreatifitasnya dan ditandatangani JK. Semasa pemerintahan Megawati, JK sebagai Menko Kesra berperan sangat besar dalam menciptakan perdamaian di Poso dan Ambon. Di samping itu JK berhasil melaksanakan program konversi minyak tanah ke gas walaupun banyak ditentang oleh masyarakat yang tidak memahami manfaat konversi tersebut. JK juga ngotot merayu SBY agar pembangunan proyek-proyek pembangkit listrik 10.000 MW dapat segera dilakukan.

Menentukan pilihan

Rakyat berharap pilpres berjalan jujur dan transparan. Siapa pun pemenangnya, sangat elegan jika dia dan tim suksesnya tidak menyoraki capres yang kalah. Jika ini terjadi, maka yang kalah pun akan dengan sportif mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih. Sebagai warga negara yang baik kita lanjutkan kehidupan sosial dengan damai setelah 2 bulan bersaing menjagokan capres dan cawapresnya.

Bagi pemilih yang belum menentukan pilihannya, perlu mempertimbangkan dengan bijaksana apakah citra lebih penting daripada program atau sebaliknya. Pemilih yang cerdas dan berkualitas tentunya lebih mengutamakan program daripada citra. Hasil yang diperoleh pasti berbeda jika kita memberi bobot 60% bagi program dan 40% bagi citra daripada sebaliknya.

Pilihan hanya dua. Pilpres satu putaran yang menghemat biaya Rp 4 trilyun tetapi dibayangi kurang maksimalnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Atau, pilpres dua putaran yang menghasilkan Presiden baru disertai keyakinan melajunya peningkatan kesejahteraan rakyat. Selamat menentukan pilihan!


Jakarta, 28 Juni 2009
Setyobudi Tariadi
Pengamat politik, ekonomi, dan sosial

23 Juni 2009

Tanaman Jarak Pagar Masih Prospektif

Oleh ITB77

Triharyo Soesilo:

Sebagai seorang pendorong penggunaan energi alternatif berbahan baku tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas), saya sangat sedih membaca berita-berita hasil penelitian Netherland University tentang Jarak Pagar (Jatropha Curcas). Hasil-hasil penelitian terakhir ternyata menunjukkan bahwa tanaman Jarak pagar memerlukan air 5x dari Tanaman tebu. Nampaknya alternatif energi memakai Tanaman tebu akan relatif lebih efisien dibanding tanaman Jarak pagar.

Sehingga saat ini Jarak pagar tidak disebut lagi sebagai “Miracle crop” karena memerlukan air dalam jumlah yang sangat banyak, menurut National Academic of Sciences sekitar 20.000 liter untuk tumbuh dengan subur.

Jumlah ini sangat jauh lebih tinggi dibanding kedelai, jagung dan tebu yang hanya di kisaran 14.000 liter. Hasil penelitian ini sangat bertolak belakang dengan klaim awal tentang tanaman itu yang menurut informasi sangat tahan di daerah kering.

D1 sebagai salah satu perusahaan pengembang Jarak pagar (Jatropha Curcas) terbesar di dunia masih terus mencoba melawan kenyataan ini dan mengembangkan teknologi untuk pembudi-dayaan tanaman Jarak pagar di seluruh dunia secara raksasa.

-----

Eddy Entum:

Saya ingin menceritakan pengalaman saya bertanam jarak (yang masih saya lakukan sampai saat ini) sebagai berikut:

Awal 2008 lalu saya telah memulai penanaman Jarak Pagar di Kabupaten Garut bekerja sama dengan petani & Kelompok Tani.

Kami telah menanam total 1,8 juta pohon (tepatnya 1.760.780) yang melibatkan 1.939 petani dari 105 Kelompok Tani, yang tersebar di 6 Kecamatan dengan cara tumpang sari atau tanaman selingan (petani tetap menanam tanaman utama lain seperti yang biasa dilakukan selama ini) sehingga Jarak diharapkan menjadi pendapatan tambahan.

Tanaman selalu kami monitor di mana staf kami melakukan peninjauan lapangan, pemotretan dengan geo-tagging, dan pelaporan rutin. Minimal setiap minggu dilakukan monitoring di dua desa dan juga dilakukan focus group discussion dengan para petani dari satu Kelompok Tani setiap minggu. Karena luasnya area dan lebih suburnya lahan, maka monitoring intensif kami arahkan di kecamatan Malangbong.

Dari 718.668 pohon di Kecamatan Malangbong yang termonitor dengan intensif, saat ini sekitar 50% telah mulai berbuah, namun hasil biji yang diperoleh sangat minim di mana baru sekitar setengahnya yang bisa dipanen dengan hasil < 0,1 kg/pohon.

Biji yang diperoleh sementara dipakai sendiri oleh petani untuk memasak dengan kompor khusus biji jarak yang dimiliki sendiri maupun yang kami bagikan sebagai contoh (satu unit per kelompok). Sebagian biji juga dipergunakan untuk pembibitan baru oleh masing-masing petani. Secara teoretis, jumlah tanaman 700 ribu ini setelah 4 tahun akan menghasilkan 2,5 ton minyak per hari.

Sebenarnya, dari hasil percobaan pemerasan, biji jarak ini cukup menjanjikan karena dengan mesin press sederhana dapat diperoleh 30-32% minyak. Kemudian dari hasil pengolahan menjadi Biodiesel juga diperoleh hasil dengan spesifikasi unggul. Tetapi, jumlah biji yang tersedia memang sangat minim dan mungkin ini berhubungan dengan produktivitas yang sangat membutuhkan jumlah air yang besar seperti laporan dari Belanda yang disampaikan oleh Hengki (Triharyo Soesilo) di atas.

Dari hasil pengamatan kami di lapangan pula, memang Jarak tumbuh dengan subur (di beberapa lokasi tingginya sudah mencapai 1,5 - 2 meter) dan berbuah jauh lebih banyak di tempat-tempat di mana petani memelihara tanaman utama yang terpelihara. Tanpa sengaja, Jarak yang mereka tanam memperoleh nutrisi (dan air) dari tanaman utamanya.

Memang kami tidak meneliti, jangan-jangan kalau tanpa Jarak maka tanaman utamanya bisa lebih baik, namun sejauh ini tidak ada keluhan dari petani.

Di sebagian lokasi di mana petani hanya menanam tanaman utama dengan mengandalkan hujan, memang terlihat pohon Jaraknya juga tidak tumbuh dengan baik dan kebanyakan belum berbuah. Bahkan masih ada yang tingginya baru sekitar 60 cm dalam umur 1,5 tahun.

Sampai saat ini saya tetap mencoba mengembangkan Jarak ini, asalkan konsepnya tetap sebagai tanaman selingan. Petani yang sudah terbiasa memperoleh penghasilan dari tanaman utamanya, dapat memperoleh pendapatan tambahan dari Jarak yang relatif minim pemeliharaannya. Jadi di sini tidak ada hambatan keekonomian karena sifatnya pendapatan tambahan.

Saya tetap menjanjikan akan membeli berapa pun hasil panennya, dan apabila dari daerah-daerah lain yang berdekatan jumlah produksi bijinya bisa cukup banyak dan kontinyu, katakanlah rata-rata per hari sekitar minimal satu ton, maka kami bersedia membeli biji tersebut dengan harga sekitar Rp 1.000/kg untuk bisa diperas dan bisa kami jual ke beberapa produsen biodiesel.

Minimal, biji Jarak bisa dipakai oleh petani sendiri untuk memasak dan menghemat pembelian minyak tanah atau gas atau mengambil kayu bakar. Syukur-syukur kalau nanti setelah 4-5 tahun bisa juga memberikan pendapatan tambahan bagi petani. Hasil produksi sedikit karena kurang air? Ya gak masalah, namanya juga pendapatan tambahan. Apakah menghabiskan air? Pasti tidak karena yang dipakai air hujan.

-----

Triharyo Soesilo:

Ada solusi lain untuk penggunaan Jatropha crude oil (selain menjadi Biodiesel) yaitu dijadikan Polyol Resin. Polyol resin bisa digunakan dalam industri pengecatan, surfactant dll. Salah seorang Indonesia yang meneliti ini adalah pak Haryono. Lihat link ini dan silahkan kontak beliau.

Saya mulai curiga tentang ini, karena para industriawan Korea dan Taiwan terus menggebu-gebu untuk menanam jarak pagar di Maluku, NTT dll, padahal mereka tahu bahwa keenokomian Biodiesel dari Jarak Pagar relatif buruk. Berita-berita tentang ini banyak beredar di Internet. Mereka bahkan juga bersedia membeli Jatropha crude oil berapa pun jumlahnya.

Selidik punya selidik, rupanya karena industriawan Korea dan Taiwan tersebut akan mengubah Minyak Jarak Pagar (Jatropha crude oil) menjadi bahan baku Industri Polyol. Salah satu patentnya yang mulai keluar dari Korea bentuknya seperti pada link ini.

11 Mei 2009

Keahlian Langka – Sebuah Renungan di Pagi Hari

Oleh Witarto Adi

Pagi ini sangat spesial untuk saya. Ada yang menyentuh hati saya. Bukannya saya melihat Mbak Rani Juliani satu kendaraan umum dengan saya. Nggak mungkin-laaaah...

Namun ada seseorang yang istimewa, yang memboncengkan saya untuk mencapai kampus tempat saya mengajar, di tepian kota Bandung.

Seperti biasa, setiap saya datang ke kampus di tepian kota itu, pada segmen terakhir perjalanan—yang sebelumnya menggunakan kendaraan umum—saya datang ke pangkalan ojek. Ini untuk mempercepat perjalanan supaya saya tidak terlambat, setelah banyak waktu terbuang di kendaraan umum yang rata-rata suka nge-tem.

Seperti tukang-tukang ojek lainnya, orang istimewa ini menyalami saya. Dan saya biasanya cukup arogan dan sombong untuk tidak usah menyebut ke mana tujuan saya. Tukang-tukang ojek di situ sudah tahu…

Namun yang mengantar saya pagi ini cukup menarik. Ketika ngobrol dalam perjalanan, tiba-tiba beliau berkomentar tentang ulah anak-anak muda yang suka ngebut, yang berpapasan dengan kami. Saya masih belum ngeh. Tiba-tiba beliau berkata, bahwa beliau melarang mahasiswanya untuk ikut demonstrasi protes yang tidak puguh…

Loh… fokus saya langsung tuning in.

Pelan-pelan saya tanya dan beliau menyebut namanya P Wastra. Ternyata beliau adalah pensiunan instruktur/dosen politeknik Mandiri (Polman), Kanayakan, Bandung, karena memang sudah melewati batas usia 56. Beliau sekarang masih sering diminta membantu menjadi instruktur di Balai Latihan Kerja yang terletak di Jl. Gatot Subroto, dekat BSM (Bandung Super Mall).

Ehmmm

Dan saat bercerita, beliau menjadi tukang ojek saya…

Lalu saya mulai menerawang, membangun visi masa depan. Seperti itukah nasib saya kelak, ketika saya pensiun jadi guru?

Jangan salah mengerti, bukan tukang ojeknya yang saya permasalahkan. Saya sangat menyayangkan kompetensinya di bidang pemanfaatan mesin perkakas. Itu sebuah keahlian yang langka.

Padahal, keahliannya itu bisa digunakan untuk membangun jati diri bangsa. Kita tentu ikut bangga dengan adanya turbin tegak dari Cihanjuang, sebuah produk yang dihasilkan oleh lulusan Polman.

07 Mei 2009

Golf di Indonesia: Blood, Sweat and Tears

Oleh Amrie Noor

Dunia golf di Indonesia sedang gundah gulana. Dari segi prestasi, pegolf profesional kita makin tertinggal dari, bukan hanya Korea Selatan dan Jepang, tapi juga India dan Thailand. Tongchai baru saja menjuarai Ballantine Championship mengalahkan pemain-pemain undangan seperti Ernie Els (juara US Open) dan Ben Crenshaw (juara Masters).

Sementara dalam dunia pergolfan amatir dan para 'weekend golfers' yang menjadi mayoritas penggemar olahraga ini, hari-hari ini suhu lingkungan di rumah tangga dan kantor terasa sangat gerah, karena kasus yang menimpa Antasari Azhar, "the anti corruption czar".

Belum jelas duduk perkaranya, seluruh kanal media—cetak dan terutama elektronik—seolah berlomba membentuk opini masyarakat bahwa AA bersalah, dengan dugaan merencanakan pembunuhan pesaingnya dalam cinta segitiga dengan seorang kedi. Ya....ampunnnn....

Salah satu stasiun TV bahkan mengundang narasumber beberapa kedi (cilakanya cakep-cakep pula) untuk diwawancara. Opini yang berhasil dibentuk dan merasuk menjadi persepsi masyarakat adalah: bapak-bapak yang main golf itu semuanya ganjen dan pasti cari-cari peluang untuk berkencan dengan kedinya.

Beberapa teman melaporkan kesungkanan dia main golf minggu ini, karena selalu disindir istri dan partnernya di kantor. Dalam milis PPG asuhan Babe Ray Hindarto, topik ini mendapat tanggapan seru dari members. Untung istri saya tak terpengaruh berita-berita ini karena sering menjemput di Jagorawi dan bertemu dengan para kedi yang cowok serta rada dekil semua (maklum habis menggotong golf bag seberat alaihim dan jalan kaki pula).

Tetapi, sesungguhnya kejadian ini semestinya kita gunakan untuk introspeksi diri. Seorang member menulis bahwa padang-padang golf yang menyediakan kedi perempuan nan rupawan seperti Bogor Raya, PSP dan Royale Jakarta memang selalu ramai dan jadi tempat tujuan utama untuk 'weekdays golfing'.

Padang golf seperti Jagorawi hanya disukai oleh para pegolf yang suka tantangan dan prestasi. Terus terang saya mengalami kesulitan kalau mengajak teman atau klien untuk main di Jagorawi. Alasannya: susah, puanass… dan yang paling jujur bilang begini: "Kalo kalah, manyun, Rie. Gak ada yang dielus-elus...."

Salah satu kerugian bagi dunia golf dengan digunakannya kedi perempuan adalah melorotnya suplai pemain golf andal yang dulu banyak berasal dari para kedi berbakat. Sebetulnya kalau para kedi perempuan ini ingin dan punya minat untuk belajar, kesempatan bersaing lebih terbuka bagi mereka, karena segi fisik dan postur tubuh bukan faktor utama bagi pegolf perempuan untuk berjaya. Lihat saja Lorena Ochoa dan belasan pegolf pro Korea Selatan, kan?

Sayangnya, entah memang karena hasil 'training' atau sudah bakat alam, mereka lebih banyak fokus pada dandanan, cat rambut serta bergenit-genit latah (tidak semua lho, saya kenal seorang caddy yang pintar dan berkeinginan besar untuk maju).

Kata orang bijak: "It takes two to tango." Gak mungkin mereka sibuk bergenit ria kalau tidak ada sambutan mesra dari kita-kita, ya nggak seh?

Jadi, bagi yang terpaksa 'dikarantina' sama istri minggu-minggu ini, sabar saja. Kasus ini sedang jadi primadona mengalahkan berita koalisi capres/cawapres dan kekisruhan DPT.

Jangan-jangan memang 'by design' neh, agar masyarakat gak berisik lagi protes soal Pemilu? Wallahualam......

06 Mei 2009

Imagination vs Knowledge

Oleh Donaldy Sianipar

Albert Einstein: "Imagination is more important than knowledge – Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan."

Lihat dulu siapa atau orang-orang seperti apa yang jadi audience-nya waktu Einstein ngomong begitu. Kemungkinan besar dia ngomong gitu kepada orang-orang yang SUDAH punya banyak pengetahuan. Artinya, tidak cukup kalau HANYA punya pengetahuan, tapi harus punya imajinasi JUGA yang lebih penting (SETELAH punya pengetahuan).

Kalau punya imajinasi TANPA punya pengetahuan, ya bisa juga jadi kreatif tapi ngawur dan tak berguna. Makanya ada Jurusan Seni Rupa di ITB, supaya dasar pengetahuannya diperkuat dulu agar imajinasinya dapat berkembang dengan benar.

"Gundukan pasir tidak akan dapat menjulang tinggi tanpa memperlebar dasarnya." ~ Donaldy Sianipar.

Secara matematis, gundukan pasir yang berbentuk kerucut itu tidak dapat ditambah tingginya terus-menerus tanpa menambah juga diameter lingkaran dasarnya. Kalau imajinasi dianalogikan dengan tinggi kerucut, maka pengetahuan dianalogikan dengan luas penampang dasar kerucut itu.

Itu mungkin mirip dengan perdebatan TENTANG orang pintar dan orang kreatif. Orang-orang pintar yang tidak kreatif paling-paling bisanya cuma jadi pegawai birokrasi yang SOP (Standard Operating Procedure)-nya sudah jelas. SOP itu tentunya harus disusun dengan baik oleh orang-orang yang pintar DAN kreatif.

Sebaliknya orang-orang kreatif yang tidak pintar ya paling-paling cuma bisa jadi pengamen di bus kota. Sedangkan para bintang film terkenal yang bayarannya tinggi itu umumnya adalah artis-artis yang kreatif DAN pintar. Dalam lakon film, mereka bisa saja berperan sebagai orang bodoh dan memang kelihatan bodoh, tapi sebenarnya mereka itu pintar.

Kembali ke imajinasi, ada peribahasa lain begini: "Success is 1% imagination and 99% perspiration – Sukses adalah 1% imajinasi dan 99% keringat."

Artikel Terkait:
Gundukan Pasir Tidak Akan Dapat Menjulang Tinggi Tanpa Memperlebar Dasarnya

04 Mei 2009

Gundukan Pasir Tidak Akan Dapat Menjulang Tinggi Tanpa Memperlebar Dasarnya

Oleh Donaldy Sianipar

Peribahasa pada judul di atas memang saya ciptakan sendiri untuk menjawab pernyataan-pernyataan dari banyak orang yang menganggap bahwa "imajinasi lebih penting daripada pengetahuan" (lihat gambar di samping yang dibuat oleh rekan Yayak Yatmaka), "kreatif lebih penting daripada pintar", "praktek lebih penting daripada teori", "kerohanian praktis lebih penting daripada teologi teoretis", "jangan banyak teori aja, yang penting prakteknya!", dan lain-lain yang mirip seperti itu atau yang terkesan seperti melecehkan sesuatu hal penting sambil mengagung-agungkan hal penting lainnya, padahal sebenarnya sama-sama penting.

Well, dalam hal ini saya memang memberanikan diri untuk adu argumentasi dengan Albert Einstein kalau beliau masih hidup.

Mohon jangan salah dimengerti, karena saya juga TIDAK bermaksud TERLALU menekankan yang sebaliknya bahwa "pengetahuan lebih penting daripada imajinasi", "pintar lebih penting daripada kreatif", "teori lebih penting daripada praktek", "teologi teoretis lebih penting daripada kerohanian praktis", "jangan banyak praktek aja, yang penting teorinya!", dan sebagainya.

Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa dalam banyak kasus perlu ada KESEIMBANGAN yang optimal (tidak mesti maksimal, tidak mesti minimal, melainkan moderately optimal) antara dua titik ekstrem pada suatu spektrum yang mempertentangkan dua kualitas yang sama-sama pentingnya.

Gundukan pasir yang terlalu lebar dasarnya dibandingkan tingginya, bukanlah gundukan pasir lagi namanya, melainkan hamparan pasir.

Mohon maaf kalau terasa "sok menggurui" atau "sok filosofis". Mungkin pembahasan di atas lebih tepat kalau dikategorikan sebagai "Applied Philosophy" atau "Practical Theory".

"Teori Praktis" tentang keseimbangan itu saya simpulkan dalam peribahasa di bawah ini:

"Gundukan pasir tidak akan dapat menjulang tinggi tanpa memperlebar dasarnya."

(Saya sedang duduk di atas gundukan pasir. Sekali lagi, terima kasih kepada rekan Yayak Yatmaka yang telah membuat karya grafis yang bagus ini.)

09 April 2009

Mengenang Sekolah Kita

Oleh Husein Avicenna Akil

Pemilihan lokasi kampus Technische Hoogeschool (THS) yang terletak di daerah utara kota Bandung merupakan keputusan yang tepat karena udaranya yang sejuk dan sepi, sangat ideal untuk lingkungan tempat studi.

THS mulai dibangun secara bertahap pada tahun 1918-1935. Bangunan pertama yang dibangun adalah gedung Aula Barat (1920) karya arsitek Henri Maclaine Pont bergaya arsitektur Eropa yang mengacu kepada gaya arsitektur Vernakuler Jawa (perpaduan gaya antara arsitektur tradisional Nusantara dan keterampilan teknik konstruksi Barat) dengan gaya arsitektur atap rumah Batak dan sentuhan gaya arsitektur atap rumah Minangkabau. Berturut-turut kemudian dibangun antara lain: Departemen Teknik Sipil (1920), Gedung Fisika dan Teknik Fisika (1922), gedung Aula Timur (1924) gedung Teknik Lingkungan (1935) yang juga merupakan karya arsitek H. Maclaine Pont dengan gaya arsitektur yang sama.

Arsitektur bangunan ini merupakan contoh yang sangat baik dalam penerapan unsur lokal, baik gaya arsitektur maupun bahan material lokal yang dipadukan dengan gaya arsitektur dan konstruksi dari Barat (Eropa). Paduan ini menghasilkan satu bentuk gaya arsitektur vernakuler. H.P. Berlage (arsitek terkenal Belanda) memuji rancangan bangunan THS. Di tengah ragam bentuk bangunan dengan gaya arsitektur kolonial yang menjiplak bentuk arsitektur di Belanda yang sebenarnya kurang tepat jika diterapkan di alam tropis, kehadiran gedung THS diharapkan menjadi inspirasi bagi arsitek lain untuk lebih memperhatikan unsur lokal.

Gagasan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Teknik muncul pada awal tahun 1917 dari sebuah yayasan swasta yang bernama Koninklijk Instituut voor Hoger Technisch Onderwijs in Ned.Indie yang diketuai C.J.K. van Aalst yang kemudian diganti oleh J.W. IJzerman, pegawai Staats Spoorwagen – SS (Jawatan Kereta Api). Pada tahun 1919 ditetapkan bahwa Perguruan Tinggi Teknik akan didirikan di Bandung dengan nama Technische Hoogeschool (THS). K.A.R. Bosscha sang Raja Teh Malabar adalah salah satu tokoh pendiri THS.

Pada tanggal 3 Juli 1920 Technische Hoogeschool (THS) yang merupakan perguruan tinggi teknik pertama tidak saja di Bandung tapi juga di Hindia Belanda, resmi dibuka. THS merupakan cikal bakal Institut Teknologi Bandung (ITB) sekarang. Pada tanggal 18 Oktober 1924, Koninklijk Instituut voor Hoger Technisch Onderwijs in Ned.Indie menyerahkan THS kepada pemerintah Hindia Belanda. Pertengahan tahun 1942 sebagian fungsi akademik THS dibuka kembali setelah beberapa bulan ditutup oleh pemerintahan Jepang dengan nama Institute of Tropical Sciences, dan pada 1 April 1944 THS kembali dibuka seperti semula dengan nama Bandung Kogyo-Daigaku.

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia , THS dibuka kembali dan dipindahkan ke Yogyakarta dengan nama Sekolah Tinggi Teknik (STT), tetapi kemudian ditutup pada bulan Desember 1948 akibat Aksi Militer II Belanda. Pada tanggal 21 Januari 1946 perguruan tinggi teknik didirikan kembali di Bandung yang merupakan fakultas teknik dalam Nood Universiteit di Jakarta yang kemudian berganti nama menjadi Universiteit van Indonesie (Universitas Indonesia sekarang).

Pada tanggal 2 Maret 1959 secara resmi didirikan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang merupakan penggabungan Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia dengan tempat di kompleks THS Bandung. Kebutuhan ruang yang luas tanpa terhalang tiang penyangga merupakan masalah ketika merancang konstruksi bangunan Aula Barat THS karena pada saat itu belum dikenal konstruksi beton bertulang. Jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengadopsi konstruksi karya Kolonel A. Emy anggota kesatuan Zeni tentara Perancis di Brogspanten (1830), yaitu konstruksi lapisan kayu yang dibuat melengkung dengan bantuan pembautan. Konstruksi ini dapat menghasilkan ruang yang luas tanpa terhalang oleh tiang-tiang penyangga.

Konstruksi susunan lapisan kayu dengan pembautan ini pernah dipasang di gudang pabrik gula Cilacap tetapi pada tahun 1930-an habis terbakar. Sekarang konstruksi macam ini mungkin hanya tinggal satu-satunya di Indonesia, yaitu di gedung Aula Barat dan Aula Timur ITB saja. Konstruksi bagian samping Gedung Aula Barat dan Aula Timur sempat digunakan di beberapa tempat di Bandung, antara lain pada koridor bangunan sekolah van der Capellen School yang terletak di Zeelandiastraat (Jl. Maulana Yusuf). Sayang gedung ini dirubuhkan tahun 1980-an untuk pembangunan rumah-rumah bertingkat.

Perkembangan logo sejak Techische Hoogeschool (THS) sampai Institut Teknologi Bandung (ITB):
  1. Logo Technische Hoogeschool (1920-1942)
  2. Logo Faculteit van Technische Wetenschap (1946-1952), sebagai sebuah fakultas dari Universiteit van Indonesie, cikal bakal Universitas Indonesia.
  3. Logo yang digunakan Fakultas Teknik Bandung sebagai salah satu fakultas di lingkungan Universitas Indonesia (1952-1959)
  4. Logo Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak 1959.
Tanggal 2 Maret 1959 Institut Teknologi Bandung diresmikan oleh Presiden Soekarno yang merupakan alumnus Technische Hoogeschool (THS). Peresmian ditandai dengan sebuah tugu prasasti yang terletak di selatan lapangan sepak bola. Pada tugu prasasti terukir piagam peresmian dan dilengkapi dengan patung dada Ir. Soekarno di puncaknya. Sekarang patung dada Ir. Soekarno tersimpan di Gedung Rektorat ITB Jl. Sulanjana. Lapangan bola ITB sekarang ini telah menjadi bangunan perkuliahan, laboratorium dan perkantoran.

Mahasiswa ITB tanggal 16 Januari 1978 mengeluarkan pernyataan bahwa dinamika politik di Indonesia tidak dapat tumbuh bila jabatan Presiden diduduki dua kali berturut-turut oleh orang yang sama. Dewan Mahasiswa (DM) mengeluarkan Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978 yang kemudian dilarang beredar oleh pemerintah. Tanggal 28 Januari 1978 mahasiswa ITB menyatakan mogok kuliah dan bertahan di dalam kampus walaupun kampus telah dikepung rapat oleh tentara.

Tanggal 21 Februari 1978 radio perjuangan mahasiswa (Radio ITB 8 EH) disegel dan pemerintah membubarkan seluruh DM dan SM (Senat Mahasiswa) di Indonesia. Tanggal 9 Februari 1978 kampus ITB diduduki tentara yang baru pulang dari medan perang Timor Timur yang masih beringas dan memperlakukan mahasiswa secara kasar ketika mengusir mereka ke luar kampus tercintanya. Pihak Laksusda Jabar baru menyerahkan kembali kampus ITB kepada Rektorium ITB tanggal 25 Maret 1978.

Dr. Ir. IJzerman berjasa besar dalam pendirian THS, sehingga sebuah taman artistik tertata rapih yang dibangun (1919) di depan komplek THS diberi nama IJzerman Park (sekarang Taman Ganesha). Di pintu masuk utara taman didirikan patung dada Dr. Ir. IJzerman di atas tiang beton. Tahun 1950-an patung dada Dr. Ir. IJzerman masih berdiri megah. Tahun 1960-an patung Dr. Ir. IJzerman sudah diganti oleh patung Ganesha, dan sekarang yang terletak di sana adalah sebuah patung kontemporer dari baja tahan karat berbentuk rangka kubus. Sekarang patung dada Dr. Ir. IJzerman disimpan di gedung Rektorat ITB yang lama di Jl. Sulanjana bersama patung dada Ir. Soekarno (presiden pertama Indonesia) yang dipindahkan dari tiang beton prasasti peresmian ITB.

04 April 2009

Jam 12.00 pm Itu Sebenarnya Jam Berapa?

Oleh ITB77

Djasli Djamarus:
Saya bingung, jam 12.00 pm itu jam berapa ya (12 siang atau 12 malam)? Tolong deh siapa saja … kalau bisa berikut alasan/penjelasannya.

-----

Agus Purnomo:
12pm itu 12 noon alias 12 siang, 12am itu 12 midnight alias tengah malam. Alasannya saya nggak tahu, mungkin kebiasaan aja.

-----

Amrie Noor:
12 pm itu siang (pm itu puncak matahari), 12 am itu tengah malam (am itu alaaamak malam).

-----

Djasli Djamarus:
Terus terang aku pernah berurusan dengan 12.00 pm, dan yakin seyakin-yakinnya bahwa 12.00 pm itu adalah jam 12 MALAM! Beberapa orang teman yang kutanyai bilang, ya 12.00 pm adalah 12 MALAM (karena post meridiem?). Sekarang baru percaya bahwa 12.00 pm itu adalah (P)uncak (M)atahari – jembatan keledai yang bagus banget nih!

Ceriteranya begini:
Aku kan di Malaysia sering naik bus dari KL ke Kedah dengan jarak tempuh +/-6 jam. Busnya sebenarnya banyak dan beroperasi 24 jam sehari, tapi aku sering naik malem supaya sampai sana pagi, dan favoritku adalah MARA liner. Suatu kali aku beli tiket online, aku klik yang 12.00 pm, dan di otakku itu adalah jam 12 MIDNIGHT.

Jam 11.45 pm sampailah aku di PUDURAYA (salah satu terminal bus di KL), nyari busnya, dan lapor ke petugas mau naik bus. Wah ditolak euy …

"Tiket encik ini bukan untuk bus ini …" katanya.
"Loh gimana, ini kan berangkat jam 12.00 pm?"
"Jam 12.00 pm itu siang tadi …"

Karena merasa ngerti bahasa Inggris dan lawannya cuma sopir, ngototlah aku … tapi dia pun bersikeras … pokoknya gak bisa … putus asalah … awak!

Merasa gak ada guna ngotot lagi, maka aku menyerah, dan karena merasa sudah ngotot maka aku minta maaf, "Maaf, kalau gitu saya keliru …" dan BALIK KANAN, mau cari tiket yang lain atau tidur di terminal sampai pagi.

Tiba-tiba dipanggil sama sopirnya, aku datang lagi.

"Jadi encik mengaku salah?"
"Ya …" (mau ape lagi?)

"Kalau gitu encik boleh naik … kebetulan ada seat kosong."

Alhamdulillah … gak jadi tidur di terminal … berkat NGAKU SALAH!

Ini jadi lesson learned banget buat gue, semoga juga buat temen-temen.

Jangan ada yang salah lagi ya …

02 April 2009

Kadin ITB77 - Bukan April Mop

Oleh Amrie Noor

Tanggal 1 April banyak 'dirayakan' di negara-negara Barat sebagai April Mop atau April Fool's Day, di mana pada hari ini dianggap 'sah' untuk 'menyebar' berita aneh/ganjil sampai yang membahayakan publik, atau sekadar 'ngerjain' teman. Bagi yang terkena, setelah sadar bahwa itu hanya bagian dari canda April Mop, biasanya langsung mahfum dan ikut tertawa.

Untungnya kebiasaan yang gak ada guna ini tidak terlalu merasuk ke dalam budaya kita macam Halloween dan Valentine's Day, mungkin karena hampir setiap hari kita sudah disuguhi berita-berita yang ganjil, gak masuk akal, terkadang memalukan yang kita pikir pastilah bagian dari becandaan April Mop. Eh… ternyata beneran!

Hari ini saya secara serius ingin mengungkit kembali perihal rencana kerja sama antar-alumni ITB77 yang sementara diberi julukan Kadin ITB77. Idenya muncul setelah Reuni Akbar 30 Tahun ITB77 (tahun 2007 yang lalu) dan merupakan bagian dari program 'What Next'.

Visinya adalah menyediakan wahana dan sarana bagi "meeting of the needs" antara pelaku bisnis, pejabat pemerintah, wiraswasta dari kalangan alumni ITB77 yang kita tahu banyak beroperasi dalam bidang-bidang/lahan-lahan bisnis beraneka ragam serta ketersediaan tenaga ahli mumpuni yang menjadi pengajar, peneliti maupun sebagai praktisi.

Bayangkan, sambil tetap merujuk pada rambu-rambu TRANSPARENCY, PROFESIONALISME, ANTI KKN dan setia pada Keppres 80/2003 (aturan tender proyek APBN) jika sebuah proyek dari alumni ITB77 dimenangkan oleh beberapa perusahaan alumni ITB77 dan dikerjakan tepat waktu secara professional lalu bagian dari keuntungan disumbangkan ke Yayasan Bhakti Ganesha (YBG). Berapa ratus beasiswa yang akan mampu dikelola oleh YBG dengan dana tambahan ini? Ingat! ini bukan April Mop, lho…

Mungkin ada keraguan di kalangan teman-teman atas mutu dan rekam jejak perusahaan temannya. Masalah ini dapat difasilitasi oleh Kadin ITB77 dengan cara :

  • Setiap perusahaan membeberkan portolionya di website Kadin ITB77.
  • Perusahaan pengguna jasa merilis kebutuhannya secara mendetail termasuk sertifikasi yang dibutuhkan (if any).
  • Dan lain lain.
Menurut saya, networking kita bukan untuk ber-KKN-ria, tapi lebih pada usaha-usaha untuk memberi informasi terarah kepada teman-teman pelaku bisnis yang merupakan bagian dari jejaring alumni ITB77.

Sebagai contoh hipotetikal:

Seorang teman berhasil menciptakan sebuah produk unggul yang jika dipasarkan pada segmen pasar yang tepat, kemungkinan akan berhasil mengganti produk sejenis yang telah lebih dulu beredar.

Dia umumkan segala hal tentang produk ini di situs kita kecuali rahasia keunggulan produk tersebut. Maka Kadin ITB77 dapat membantu dengan membentuk suatu 'konsorsium' atau 'The Winning Team' yang terdiri dari: ahli finance yang punya jejaring ke aspek legal (patent) dan venture capital, ahli branding dan komunikasi pemasaran pascamodern, teman yang dapat membantu akses kredit ke bank, ahli distribusi, ahli perdagangan internasional dan business law dan lain-lain, dan lain-lain. Tentunya para ahli (individual atau perusahaan) harus juga memosting portofolionya di situs kita.

Sekarang ini kita kan hanya dengar-dengar si anu jago ini, si pulan direktur di sini, tapi info yang tercerai berai ini tidak dapat dileveraged seoptimal mungkin. Yang sudah terjadi adalah hubungan pertemanan bisnis secara P2P (person to person) dan B2B saja.

Seperti ketika perusahaan saya menang tender kecil di suatu departemen, saya dapat info bahwa rekan KAH adalah person yang sangat andal dalam mengelola proyek-proyek yang berhubungan dengan APBN, sehingga kami menjalin kerja sama untuk proyek tersebut. Keampuhannya bisa dilipatgandakan bila kita sepakat dengan peranan yang dapat dijalankan oleh Kadin ITB77.

Demikianlah memo internal ini sebagai bagian dari tanggung jawab saya atas permintaan Ketua Panitia Reuni Akbar yang lalu. Saya sering katakan padanya kekhawatiran saya bahwa "ketika sampai pada tahap implementasi, biasanya alumni ITB akan banyak diam dan saling menunggu."

Tapi kami bertekad untuk mencoba terus menggugah…

01 April 2009

Creative Intelligence

Oleh ITB77

Amrie Noor:

Kita tahu bahwa otak manusia terdiri dari dua bagian, yakni otak kanan dan otak kiri. Otak kanan adalah tempat keputusan-keputusan emosional, intuitif, divergent dan 'out of the box' lateral creativity diolah. Sedangkan otak kiri adalah pusat pengolahan rasional, methodical, convergent, modulus dan empiris.

Setiap manusia memiliki kemampuan dasar untuk menggunakan kedua sisi otaknya. Synapses-synapses mana yang lebih sering digunakanlah yang akan menentukan apakah seseorang tergolong 'manusia otak kiri' atau 'insan otak kanan'.

Pada waktu kita mengerjakan soal-soal Mekanika Teknik, pasti sistem saraf dan neuron di otak kiri kita bekerja keras mengirimkan sinyal-sinyal ke segala arah. Tapi ketika kita terinspirasi oleh kecantikan dan keindahan ragawi Ibu Rini yang mengawasi ujian tersebut, dan membuat kita ingin mencipta lagu pujaan baginya, berarti sistem otak kanan kita yang sibuk full speed.

Sayangnya sistem pendidikan kita yang masih 'menghafal' dan 'mengikuti pola baku yang ada', 'guru selalu benar' dan lain-lain, tidak banyak merangsang otak kanan untuk bekerja keras. Dari segi kuantitas sebenarnya kita tak kekurangan orang pintar, yang kurang adalah inovator.

Anak-anak muda sekarang kayaknya sudah mulai banyak yang dapat mendobrak 'kungkungan' rezim indoktrinasi otak kiri tersebut.

-----

Emil Soedarmo:

Saya setuju 100% dengan pendapat Amrie mengenai otak. Kebetulan saya pernah mengumpulkan literatur dan mempelajari human brain. Bukan dari perspektif kedokteran tapi dari human brain management. Dari situ saya berkesimpulan bahwa Allah memang maha besar, maha penyayang, telah menciptakan manusia demikian sempurna.

Saya sependapat dengan Amrie mengenai metode pendidikan kita yang tidak banyak melatih otak kanan bekerja. Izinkanlah saya berkomentar tentang inovasi dan memberikan sedikit masukan sehingga Amrie bisa menanggapi sesuai dengan kepakarannya. (Ini terkait dengan diskusi kita soal creative industry.)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Howard Gardner dari Institute of Personal Assessment, ada 8 jenis kecerdasan yang memengaruhi human capabilities (linguistic, musical, spatial, bodily, interpersonal, intrapersonal, logical, mathematical, dan natural).

Maka di-tes-lah student-studentnya untuk mengukur tiap kecerdasan tersebut. Ternyata Student IQ (kita definisikan sebagai general intelligence) 120 atau lebih tidak signifikan mengontribusikan kemampuan kreativitasnya, atau dengan kata lain test IQ saja tidak cukup untuk mengukur kemampuan kreativitas.

Mereka kemudian mengembangkan ukuran baru, namanya creative intelligence, yang didefinisikan sebagai a personality determines the drive needed to accomplish great things, terdiri dari 4 styles:

  • Intuitive (fokus ke result berdasarkan fakta masa lalu)
  • Innovative (fokus ke problem solving dengan dasar sistematik dan data)
  • Imaginative (fokus ke visualisasi peluang, artistik dsb)
  • Inspirational (fokus ke perubahan sosial)
Masing-masing style creative intelligence itu punya tokoh-tokohnya, seperti Jack Welch, CEO GE, paling intuitive; Thomas Alva edison, Albert Einstein innovative; bahkan Michael Angelo punya keempat creative intelligence tersebut.

Dari studi mereka disimpulkan bahwa ternyata motivasi adalah elemen penting yang dibutuhkan untuk mendukung keempat creative styles tersebut. (Mungkin waktu itu belum ada test EQ.)

Student yang kreatif lebih hebat karena tidak hanya berfokus pada jawaban masalah, tetapi juga kepada finding the right problems. (Apakah ini merupakan indikasi bahwa orang pintar belum tentu kreatif, tapi orang kreatif pasti pintar?)

Penelitian lain menunjukkan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan kreatif lebih dari satu, tapi mungkin sulit menemukan dan mengasahnya, padahal perkembangan usia yang makin matang akan sejalan dengan perkembangan cognitive abilities sebagai bahan baku dan potensi berkembangnya creative intelligence.

Pembahasan saya mungkin terlalu teoretis, tapi untuk meyakinkan bahwa sumber energi utama untuk menjadi kreatif adalah motivasi, kedewasaan, serta wawasan yang luas dan bertumbuh karena lingkungan yang kondusif.

Pendapat Amrie benar bahwa sistem indoktrinasi dari guru atau apa pun yang sifatnya dipaksakan tidak akan menumbuhkan kreativitas. It is our challenge of the future to have a creative leaders… the critical resources needed to find answers for our nation problem.

25 Maret 2009

Sistem Bebas Bunga Lebih Menyejahterakan daripada Sistem Bunga?

Oleh ITB77

Setyobudi Tariadi:

Masyarakat yang bebas bunga rasanya tidak akan pernah terjadi sampai dunia kiamat, kecuali Allah menghendaki. Paradigma sistem kapitalisme sudah tertanam kuat di negara-negara maju dan sudah ada sejak zaman Renaissance menguasai peradaban dunia. Malah kalau kita melihat ke Taurat dan Injil (Alkitab) praktek bunga uang (usury) ini sudah ada sejak zaman Sebelum Masehi (lebih dari 2.000 tahun yang lalu) dan diharamkan juga. Tapi karena manusia itu tempatnya lupa dan dosa, Allah memperingatkan lagi di Al Qur'an.

Yang paling realistis mungkin sebelum tahun 2100 sistem bunga dan bebas bunga berimbang peminatnya. Kalau sekarang kan masih kira-kira 95% (bunga) : 5% (bebas bunga). Mudah-mudahan saja semakin banyak manusia (semua ras, suku dan agama) di muka bumi ini yang bisa merasakan bahwa sistem bebas bunga lebih menyejahterakan daripada sistem bunga. Yang meracuni manusia dari sistem bunga kan bunga-berbunga (compound interest) dan produk-produk derivatif. Dua praktek ini merangsang manusia jadi rakus (greedy) dan bikin bubble ekonomi.

-----

Made Astana:

Saya coba nimbrung dalam topik bahwa dengan tanpa bunga akan semakin sejahtera. Jujur saja saya awam tentang masalah ini. Tapi secara logika dan asas keadilan, maka setiap pengorbanan harus diberi imbalan karena orang yang bersangkutan tidak bisa mengonsumsi atau memakai faktor produksinya.

Jadi kalau ada yang meminjam tanah atau mesin, maka karena si pemilik tanah atau mesin tersebut tidak bisa menggunakannya, si pemakai wajib memberi imbalan atas pengorbanan tersebut. Imbalan ini disebut sewa.

Begitu pula kalau ada yang menggunakan tenaga kerja, maka yang menggunakannya wajib memberi imbalan atas pengorbanan tenaga kerja tersebut. Imbalan ini disebut upah atau gaji.

Nah, begitu pula kalau ada orang yang menggunakan uang orang lain, maka yang menggunakan uang tersebut wajib memberi imbalan kepada pemilik uang sebagai asas keadilan. Imbalan ini disebut bunga.

Maka supaya adil, dengan melihat risiko dan sebagainya, imbalan ini dibuat proposional. Jadi kalau bunga ditiadakan, maka segala imbalan apa pun juga hendaknya ditiadakan juga, seperti sewa, gaji, dan sebagainya.

Justru kalau tidak ada bunga akan tidak adil dan tidak rasional. Berbagai krisis yang terjadi belakangan ini disebabkan bukan oleh masalah bunga yang sudah teruji berabad-abad, tapi hanyalah suatu keadaan di mana kita memberikan overvalue terhadap suatu obyek bisnis akibat terlalu percaya.

-----

Goenarso Goenoprawiro:

Dalam kehidupan ini pasti terjadi perniagaan seperti yang ditulis oleh Made di atas. Sedangkan perniagaan menurut Made harus ada asas keadilan. Asas keadilan itulah yang dipakai sebagai dasar perniagaan tanpa bunga ini, yang kemudian disebut perniagaan suka sama suka.

Perniagaan suka sama suka ada dua macam golongan besar, yaitu kerja sama dan jual beli. Pemakaian mesin atau tanah akan masuk dalam kerja sama. Sedangkan pemakaian uang, dipandang dari sudut penggunaannya, bisa masuk dalam jual beli.

Yang paling penting/prinsip dalam perniagaan tanpa bunga ini adalah penentuan (bagi) hasil dilakukan di depan dan ditulis dalam perjanjian. Isi perjanjian inilah yang paling menentukan.

Contoh: Saya mau merenovasi rumah. Perlu uang untuk beli material dan bayar tukang, sehingga saya membuat perjanjian jual beli dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang membelikan material dan membayar tukang itu.

Setelah itu harga material dan biaya tukang saya angsur secara bulanan setelah saya setuju (di depan) dengan KJKS berapa bagi hasil yang harus diperhitungkan (di depan) dan ditulis dalam perjanjian jual beli tersebut.

Jadi KJKS membeli material dan menjual dengan tambahan (bagi hasil) kepada saya yang membayar dengan angsuran secara bulanan.

Itu hanya satu contoh yang paling sederhana tentang perniagaan tanpa bunga menurut yang telah saya pelajari. Banyak contoh lain yang dapat saya berikan kalau ada yang mau mengajukan pertanyaan ke saya. Insya Alloh akan saya jawab.

Jadi perniagaan tanpa bunga itu bisa.

Catatan: Sengaja tidak pakai istilah bahasa Arab seperti nisbah (= bagi hasil) dan lain-lain.

-----

Dana Pamilih:

Tanpa bunga bukan berarti tanpa imbalan, hanya imbalannya dalam bentuk bagi hasil bukan ditetapkan secara fixed di depan.

Repotnya, perbankan syariah belum mengkuantifikasikan besarnya risiko vs besarnya imbalan.

Sistem konvensional sudah lebih terbakukan. Kalau kita menanam uang di obligasi pemerintah, maka imbal hasilnya yang paling minim, karena dianggap tidak ada tambahan risiko (risk premium). Tapi kalau di Bank Angin Ribut, kita minta bunga lebih. Tambahan imbalan itu mencerminkan tuntutan kita untuk mengompensasikan tambahan risiko yang kita ambil. Ini dari sisi surat utang.

Oleh karena itu diperlukan lembaga pemeringkat yang memberi gambaran tentang tingkat risiko alias kemampuan mengembalikan pokok dan bunga. Yang kualitasnya tertinggi dapat membayar bunga terendah dan makin turun kualitasnya makin naik imbal hasil bunganya.

Di pasar saham demikian juga, makin volatile harganya seperti BUMI, makin tinggi risikonya. Kalau Anda invest di grup Astra mungkin harganya tidak naik secara jor-joran, tapi turunnya juga tidak demikian.

Risk-return tradeoff-nya jelas. Ada metodologinya, ada bukti empirisnya juga.

Saya sendiri bukan ahli perbankan syariah, jadi barangkali Tyo (Setyobudi Tariadi – red) bisa bantu tentang kuantifikasi risiko sisi asetnya, sehingga imbal hasilnya sesuai dengan ekspektasi kita.

Pendapat Made tentang overvaluation sangat mengena. Jika tingkat bunga rendah atau likuiditas membanjir, nilai aset akan lebih tinggi dari nilai ekonomis. Hukum ekonomi yang kejam dan tidak pandang bulu akan mengoreksi deviasi itu. Itulah yang sering terjadi.

Sampai di mana sistem perbankan syariah tegar menghadapi kejutan peristiwa (event shock) masih perlu ditelaah. Sampai di mana sistem ekonomi syariah dapat mengantar kita pada pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, inflasi rendah dan pemerataan kesempatan, serta mencegah bahaya akhlak perlu pembuktian empiris.

Seperti yang pernah saya ungkapkan the jury is still out, tetapi permulaan yang baik telah berjalan.

-----

Artikel terkait:
Krisis Akhlak Merupakan Penyebab Krisis Global Saat Ini

24 Maret 2009

Krisis Akhlak Merupakan Penyebab Krisis Global Saat Ini

Oleh Dana Pamilih

Sebuah artikel di Far Eastern Economic Review pernah membahas bahwa krisis akhlaklah yang merupakan penyebab krisis global saat ini.

Anatomi krismon (krisis moneter) itu selalu sama: overleverage dan lack of transparency.

Krismon tahun 1998 di Indonesia juga sama anatominya. Ingat bahwa waktu itu sistem perbankan kita mencatat lebih banyak besaran pinjaman daripada deposito. Istilah perbankannya: Loan-to-deposit ratio lebih besar dari 100%. Lack of transparency ialah istilah keren dari pinjaman bodong.

Subprime merupakan pinjaman bodong, dan overleverage dihasilkan oleh posisi instrumen derivatif yang excessive (berlebihan). Posisi instrumen derivatif itu begitu besar dan kusut sehingga diejek sebagai UFO, unidentified financial obligation.

Soal krisis akhlak, saya teringat pengusaha kaliber atas yang karakternya luar biasa yaitu Pak Soedarpo Sastrosatomo almarhum. Ia pernah berkomentar: krisis keuangan adalah akibat krisis akhlak.

Ciri-ciri krisis akhlak dalam masyarakat ialah terbentuknya kelas yang privileged yang kerjanya hampir tidak ada tapi sangat tinggi taraf hidupnya dan menguasai keputusan-keputusan terpenting di masyarakat itu.

Dalam kasus di AS kelas tersebut ialah para bankers di Wall Street dan di tanah air tercinta ialah kelompok 'aristokrasi' TNI-AD. Dalam perjalanan sejarah setiap sistem akan kolaps kalau kelas ini terbentuk. Kelas ini sangat korup dan sangat serakah.

Jaman edan ialah istilah kita.

Apakah sistem syariah adalah solusinya? The jury is still out karena sistem perbankan syariah masih belum mapan dari segi governance. Sudah lengkapkah sistem akuntansi perbankan syariah? Sudah mapankah yurisprudensi sistem ini? Apakah legal dispute telah dapat diselesaikan dengan memuaskan di pengadilan yang dipimpin oleh hakim yang berkompetensi dalam keuangan syariah? Apakah otoritas moneter sudah menguasai sistem perbankan syariah sama mendalamnya dengan sistem konvensional sehingga kebijakan moneternya sama efektif, atau lebih? Saya melihat jawaban-jawaban terhadap pertanyaan ini belum afirmatif.

Di mata saya produk-produk perbankan syariah lebih equity-like daripada debt-like sehingga tidak heran sistemnya lebih stabil karena tidak mudah overleveraged. Makin kecil tingkat leverage makin stabil sistem keuangannya. Dalam sistem konvensional hal yang sama dapat dicapai dengan dikembangkannya venture capital, private equity dan kegiatan direct investment lainnya. No rocket science here.

Saya belum tahu negara mana saja yang telah mengadopsi sistem ekonomi tanpa bunga yang telah mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi, tanpa sumber minyak bumi yang melimpah. Mohon pencerahannya.

-----

Artikel terkait:
Setelah Ngobrol dengan CFO Kaliber Dunia, Baru Saya Tahu Kenapa Terjadi Krisis Keuangan Global

16 Maret 2009

Setelah Ngobrol dengan CFO Kaliber Dunia, Baru Saya Tahu Kenapa Terjadi Krisis Keuangan Global

Oleh Triharyo Soesilo

Pada tanggal 4 Maret 2009 saya berkesempatan pergi bersama ke Bontang dengan salah seorang Chief Financial Officer (CFO) perusahaan dunia yang sedang berinvestasi di Indonesia. Perusahaan yang ia pimpin mempunyai karyawan 15.000 orang di 55 negara dan mendatangkan pendapatan sekitar US$ 7 Miliar per tahun. Perusahaan publiknya termasuk 500 besar di dunia dan kategori 5 besar di Australia. Ia seorang warga negara Australia, akuntan, alumni Harvard dan umurnya masih relatif muda yaitu 44 tahun.

Karena mendapat kesempatan yang relatif langka tersebut, saya memanfaatkan pembicaraan saya pada diskusi tentang penyebab krisis finansial global. Salah satu topik diskusi hangat kami siang itu adalah kenapa sebuah perusahaan AIG bisa rugi US$ 61,7 Miliar dalam 3 bulan. Kerugian perusahaan tersebut merupakan kerugian yang sangat luar biasa dan tertinggi dalam sejarah korporasi Amerika. Angkanya sangat fantastis karena ibaratnya hampir 1,2 x Devisa Indonesia lenyap dalam 3 bulan. Uang sebesar itu bisa untuk melunasi utang krismon kita 2 x lipat hanya dalam tempo 3 bulan. Jika nilai tersebut dibagikan ke setiap orang Indonesia, dalam 3 bulan kita semua mendapat uang tunai Rp 3 juta. Jadi intinya, kerugian tersebut skalanya sangat spektakuler.

Jawaban yang saya peroleh dari sang CFO agak mengejutkan dan mungkin merupakan ”warning” bagi kita semua dalam berbisnis dan berkorporasi. Kira-kira beginilah dialog kami berdua dalam pesawat yang ia carter. Tentu dialog ini dilakukan dalam bahasa Inggris dan maaf agak panjang :

Hengki : Congratulation ya, saya baca dari annual report tahun 2008, perusahaanmu tumbuh terus ”net-profit”-nya maupun ”earning per share”-nya selama 7 tahun berturut-turut. Padahal tahun 2008 dunia sedang mengalami krisis sampai hari ini.

CFO : Wah tampaknya kamu sudah belajar tadi malam, Hengki.

Hengki : Aahh.. nggak…. saya adalah seorang ”explorer” dan selalu ingin belajar terutama bila ada anomali (keanehan) seperti kinerja perusahaan anda. Saya juga baca dari Curriculum Vitae anda, bahwa kamu adalah seorang alumnus Harvard, ya?

CFO : Tampaknya kamu tadi malam belajarnya sampai subuh, ya..... ha,ha,ha.

Hengki (tertawa) : ....Lho saya juga tahu gaji kamu berapa kok.

CFO : Iyaa, itulah keuntungan dan kerugian bekerja di Australia dengan kebijakan keterbukaan informasi bagi perusahaan publik. Pegawai pajak dan juga istri saya bisa dengan mudah tahu berapa uang dan fasilitas yang saya peroleh dari perusahaan. Jadi saya tidak mungkin berselingkuh, kan..... ha,ha,ha. Maksudnya dengan pegawai pajak, lho.

Hengki (tertawa makin keras) : .....Ok but seriously, saya basically seorang engineer dan terus terang masih belum bisa mengerti kenapa sebuah perusahaan seperti AIG yang di kwartal ke-1 2008 rugi US$ 7,8 Miliar, lalu kemudian di kwartal ke-2 rugi US$ 5,36 Miliar, bisa kemudian rugi di kwartal terakhir US$ 61,7 Miliar. Bahkan pemerintah Amerika Serikat sempat meng-injeksi dana US$ 150 Miliar di bulan September 2008, belum tahu bahwa akan ada kerugian yang sangat fantastis seperti itu di kemudian hari. Bagaimana nasib uang dari pajak rakyat Amerika yang dipakai untuk ”mem-bailout” AIG kalau kemudian lenyap?

CFO : Kamu bingung kan, Hengki? ......Kalau saya sangat jelas penyebabnya.

Hengki : Yaa bingung-lah, apakah sistem akuntansi ataupun sistem pelaporan di dalam perusahaan tidak bisa memberikan ”early warning” (informasi awal) terhadap akan adanya kerugian tersebut? Apakah Pemerintah Amerika Serikat berisikan orang-orang bodoh semua yang dengan mudah menginjeksi uang dalam skala raksasa? Apakah semua akuntan dan pimpinan perusahaan AIG berkomplot untuk menipu secara ber-jamaah? Apakah tidak ada ”whistleblower” seperti kasus Enron? Saya tanya semua ini karena khawatir kejadian serupa bisa terjadi di Indonesia.

CFO : ...Tenang Hengki... tenang Hengki.... you are a typical CEO engineer. Saya coba jawab satu per satu. Yang pertama tentang kenapa AIG rugi. Menurut saya penyebabnya sangat jelas dan gamblang. Perusahaan sebesar AIG sudah sangat kompleks sehingga tidak ada 1 atau 2 orang pimpinan yang tahu tentang risiko dan kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh. Semua pimpinan perusahaan tidak mengetahui fundamental perusahaan mereka.

Hengki : Wah makin bingung saya.

CFO : Sederhananya begini. Kami adalah perusahaan produsen bahan peledak. Saya dan CEO kami selalu ”back to basic”. Kami selalu kembali ke perhitungan fundamental tentang berapa harga bahan baku yang kami beli. Berapa biaya untuk memproduksi bahan peledak tersebut dan berapa harga jualnya. Semua harus kembali ke perhitungan-perhitungan dasar tersebut. Investasi pabrik baru, bila merugi di sebuah negara, kami perbaiki sampai fundamentalnya benar kembali. Ini penting dan ini sering dilupakan oleh banyak perusahaan maupun juga pemerintahan.

Hengki : Jadi menurut kamu AIG tidak terkendali karena tidak menguasai fundamentalnya?

CFO : Memang terkadang para pialang dan penjaja derivatives sangat luar biasa menjual dagangannya. Saya sendiri kalau bukan lulusan Harvard, rasanya nggak enak kalau bertanya dalam pertemuan dengan mereka untuk mengajukan misalnya pertanyaan sederhana seperti ini, ”Jadi gimana risikonya dan gimana caranya kami memperoleh return?” Tapi saya selalu berusaha ”back to fundamental” dan tetap tidak malu untuk bertanya kalau tidak mengerti skemanya. Jadi sebagai alumni Harvard, saya mempunyai kepercayaan diri untuk bertanya dan tidak takut dibilang bodoh. Percaya atau tidak, banyak CEO & CFO skala dunia yang malu bertanya karena takut dikira bodoh.... it is true. Tahukah kamu berapa risiko derivative di dunia saat ini?

Hengki : Wah nggak tahu, tuh?

CFO : Saat ini risiko derivative sudah hampir mencapai US$ 1 Quadrillion. Itu semua adalah risiko yang tidak jelas fundamental bisnisnya. Saya yakin tidak ada seorang pun di AIG yang tahu risiko-risiko yang sedang diambil perusahaan mereka secara lengkap. Jadi mungkin inti sebenarnya mereka tidak berniat untuk menipu, tapi memang mungkin betul-betul tidak tahu tentang fundamental bisnisnya. Coba lihat saja kasus Bernie Maddof yang bisa menipu para jutawan sampai hampir US$ 20 Miliar (foto di kanan dari CBS news). Semua karena tidak mengetahui fundamentalnya.

Hengki : Nah.... kalau sudah tahu seperti itu, kenapa Pemerintah Amerika terus mem-bail-out AIG. Sekali lagi pertanyaan ini saya ajukan karena khawatir pemerintah Indonesia bisa melakukan kesalahan atau kebijakan serupa. Jadi lessons-learned ini penting menurut saya.

CFO : Kalau tentang ini ada teori ”Too big to fail”. Ada perusahaan-perusahaan yang tidak boleh bangkrut karena merupakan sendi-sendi perekonomian sebuah negara. Menurut pemerintah Amerika, AIG masuk kategori ini. Juga perusahaan-perusahaan produsen mobil mereka. Mungkin di Indonesia, ilustrasinya adalah perusahaan listrik anda, apa namanya ya?

Hengki : Perusahaan Listrik Negara (PLN).

CFO : Iyaaa PLN itu sudah masuk kategori ”Too big to fail” di Indonesia. Walaupun perusahaan tersebut terus merugi tapi tetap terus menerus disubsidi oleh Pemerintah. Indonesia juga tidak mencari alternatif lain untuk menghilangkan monopoli ini. Sehingga tidak mungkin PLN akan dibiarkan bangkrut berapa pun kerugiannya karena tidak ada alternatif lain, dan PLN sudah terlalu ”meng-gurita” dalam kehidupan dan perekonomian Indonesia.

Hengki : ....I think I need to study in Harvard.

CFO : Jangan.... jangan..... perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat banyak dipimpin oleh alumni Harvard dan banyak yang fail. Rasanya Derivatives dan Junk Bonds juga diciptakan oleh mereka. Lihat sekarang apa dampaknya.

Demikian kira-kira pembicaraan menarik saya di dalam pesawat terbang.

10 Maret 2009

Technical Transfer Office (TTO)

Oleh ITB77

Kristina Tambunan:
Selamat kepada rekan-rekan dosen ITB ...., masing-masing tentu luar biasa karena menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Mudah-mudahan akan terus berkarya di bidangnya masing-masing.

Selamat dan terima kasih juga untuk Hengki, yang telah memicu pertemuan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Pertanyaan Hengki memang sangat menggelitik. Dengan networking terhadap banyak rekan ITB 77 dengan berbagai bidang keahlian yang ada, tentu ada sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan.

Kalau di MIT dan banyak perguruan tinggi Barat, setahu saya ada yang namanya TTO (Technology Transfer Office), yang menjembatani antara riset-riset yang diadakan perguruan tinggi dengan dunia bisnis, sehingga riset yang dihasilkan perguruan tinggi dapat langsung dikomersialisasi (melalui a.l. proyek-proyek inkubator, misalnya).

CEO TTO ini biasanya gabungan antara orang perguruan tinggi dan pebisnis andal. Saya kurang tahu apakah di ITB sudah ada lembaga yang perannya demikian. Saya rasa disinilah rekan Hengki (dan rekan-rekan lain) bisa banyak berperan, membantu menghubungkan ITB dengan portofolio keahliannya dan dunia bisnis.


Triharyo Soesilo:
Terima kasih sekali atas ide Technical Transfer Office (TTO) ini. Saya browse ke semua universitas di dunia, umumnya mereka mempunyai kantor TTO ini. Namanya pun sama yaitu semuanya TTO atau TLO (Technical Licensing Office).

Ternyata ciri-ciri sebuah negara maju, selalu ada TTO di universitas-universitasnya. Mungkin ide ini pulalah yang mendasari Pak Habibie bikin BPPT ataupun para pimpinan ITB bikin PT LAPI atau LPPM (...ini mungkin, lho).

Tulisan Pitit di atas juga betul, tentang pengelola kantor TTO atau TLO tersebut, rupanya terdiri dari gabungan pebisnis dan peneliti.

Saya sempat download beberapa annual report dari TTO berbagai universitas (contohnya University of Colorado). Mereka menjalankan kantornya ini seperti layaknya sebuah perusahaan terbuka (tbk) dengan target tahunan dan juga target pertumbuhan. Juga direksinya terdiri dari para pebisnis yang berpengalaman.

Saya jadi teringat tentang keberanian ”Research to Industry” yang dilakukan ITB-77 yaitu proses pembuatan Biodiesel oleh PT Ganesha Energy. Perusahaan ini tidak akan bisa berjalan dengan baik bila tidak ditangani oleh Achmad Setiadi (Dicky), seorang pebisnis tulen.

Saya juga teringat BPPT menjadi besar dan dekat ke Industri karena dipimpin oleh Pak Habibie yang notabene pernah jadi Vice President MBB. Jadi intinya memang harus ada kerja sama antara pebisnis dan peneliti.

Saya sedang mikir-mikir apakah komunitas ITB-77 bisa mengembangkan Technical Transfer Office (TTO) khusus untuk keluarga besar ITB-77 saja dulu.

Dari waktu ke waktu, kalau ada ”champion”-nya, sebuah ide yang baik biasanya bisa jalan di ITB-77.

Yayasan Bhakti Ganesha, ada Nurudin, Djasli dan Khrisna, syukur alhamdulilah terus memberikan beasiswa ke mahasiswa ITB setiap semester sejak 2002, dengan sisa dana masih sekitar Rp 400 juta lebih.

PT Ganesha Energy, ada Dicky, Lisminto, Nanang, Eddy Entum, Dewo dll, bisa terus berjalan dan mulai membaik.

Start-up companies mulai tumbuh untuk adik-adik kita, dan terus dibina dalam wadah Ganesha Entrepreneur Club oleh Amar Rasyad.

Saat ini kelompok baru yang mulai terbentuk adalah ”ITB-77 Generasi Kedua” yang merupakan gabungan putra-putri ITB-77 dan para penerima beasiswa YBG. Mudah-mudahan rekan Herry Saptanto berkenan untuk membimbing adik-adik kita ini.

Siapa tahu ada yang berminat untuk menangani dan menjadi ”champion” pembentukan Technical Transfer Office (TTO) ini. Ide yang dilontarkan Pitit ini agak unik dan belum ada organisasi alumni di Indonesia yang pernah mencobanya.

Siapa tahu kita bisa membuat sejarah baru, mirip seperti menulis buku tentang sebuah angkatan, yang tersimpan di internet dan terus menerus dibaca oleh puluhan pengunjung setiap harinya.

Saya juga mengomunikasikan tulisan ini ke Dr Soemantri Widagdo (TK-76). Dia adalah salah seorang pimpinan di 3M USA yang menangani bidang inovasi produk.

Sebagaimana diketahui, 3M adalah sebuah perusahaan yang hidup ”hanya” dari inovasi. Setiap tahun-nya, Soemantri-lah yang menyeleksi ratusan hasil penelitian di 3M yang layak untuk dikembangkan.

Dia ingin sekali pulang ke Indonesia dan menerapkan ilmu dan pengalamannya di 3M untuk bangsa ini. Mungkin akan aku rayu untuk gabung di TTO ini.


Anto Sarosa:
Saya sangat mendukung ide Techno Transfer Office (TTO) yang diusulkan oleh Pitit dan di-endorsed oleh Hengki.

Saya kutip pernyataan Pitit berikut ini:

Dengan networking terhadap banyak rekan ITB 77 dengan berbagai bidang keahlian yang ada, tentu ada sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan. Kalau di MIT dan banyak perguruan tinggi Barat, setahu saya ada yang namanya TTO (Technology Transfer Office), yang menjembatani antara riset-riset yang diadakan perguruan tinggi dengan dunia bisnis, sehingga riset yang dihasilkan perguruan tinggi dapat langsung dikomersialisasi (melalui a.l. proyek-proyek inkubator, misalnya).
Ada 2 (dua) hal dari pernyataan Pitit di atas yang bisa saya garis bawahi, yaitu:
  • Networking
  • Menjembatani antara riset-riset dengan dunia usaha/industri
ITB77 sangat practical dan realistis untuk membentuk TTO karena kedua poin di atas dapat dipenuhi/dilakukan.

Dalam pekerjaan sehari-hari, saya punya kemiripan tugas dengan kedua poin di atas (dengan ruang lingkup yang lebih kecil tentunya), yaitu menjembatani antara bagian-bagian R&D/Manajemen Produk dengan para Sales/Customer, sehingga mungkin bisa memberikan gambaran sedikit tentang pekerjaan sebagai “jembatan” ini. Pada intinya tugasnya adalah:
  • Sebagai konsultan, mencari solusi antara keinginan customer, dengan produk-produk (dan jasa) yang layak dikembangkan (layak teknis dan layak bisnis) – Match & Fit

  • Menjaga keseimbangan antara feature capability (kemampuan teknis) yang berasosiasi terhadap biaya, dengan harga jual yang dipengaruhi juga oleh daya saing – Profitability

  • Membuat analisa business case and feasibility – Assessment

  • Mengamati perkembangan teknologi dan menginformasikan kepada customer – Update & Improvement

  • Me-maintain produk yang ada pada customer agar selalu up-to-date dengan teknologi (bila dikehendaki) – Customer Satisfaction
Sebagai Ganesha Tekno Transfer (GTT) mungkin ada beberapa poin lain yang bisa ditambahkan:
  • Solusi permasalahan nyata yang dihadapi oleh perusahaan/dunia bisnis/masyarakat, dengan menjembatani pada keahlian di dalam ITB (77).

  • TTO bisa menjadi tempat bagi para anggota ITB77 yang punya banyak pengalaman dan keahlian kemudian men-transfernya menjadi karya nyata.

  • Bila diperlukan bisa memprakarsai proyek incubator (Pilot).
Selamat membentuk GTT !!

09 Maret 2009

Ekonomi dan Industri Kreatif

Oleh Hilman Muchsin

Hari Kamis kemarin, 5 Maret 2009, saya diundang untuk menghadiri “The 4th Leaders Learning Forum (LLF)” yang temanya adalah “Success Stories of Creative Industry”. Rasanya akan cukup menarik mengulas Ekonomi Kreatif ini, karena momentum ini sangat bagus untuk mendorong berkembangnya profesi-profesi kreatif di Indonesia.

Istilah Ekonomi Kreatif pertama kali didengungkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku “Creative Economy, How People Make Money from Ideas”.

Dia seorang yang multiprofesi. Selain sebagai pembuat film dari Inggris, ia juga aktif menyuarakan ekonomi kreatif kepada pemerintah Inggris sehingga dia banyak terlibat dalam diskusi-diskusi pembentukan kebijakan ekonomi kreatif di kalangan pemerintahan negara-negara Eropa.

Menurut definisi Howkins, Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah Gagasan, hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak.

Dr. Richard Florida dalam bukunya “The Rise of Creative Class” dan “Cities and the Creative Class”, menyuarakan tentang industri kreatif dan kelas kreatif di masyarakat (Creative Class). Menurut Florida, “Seluruh umat manusia adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik kaca mata atau seorang remaja di gang senggol yang sedang membuat musik hip-hop. Namun perbedaanya adalah pada statusnya (kelasnya), karena ada individu-individu yang secara khusus bergelut di bidang kreatif (dan mendapat manfaat ekonomi secara langsung dari aktivitas tersebut). Tempat-tempat dan kota-kota yang mampu menciptakan produk-produk baru yang inovatif dan tercepat akan menjadi pemenang kompetisi di era ekonomi ini”.

Robert Lucas, pemenang Nobel dibidang Ekonomi, mengatakan bahwa kekuatan yang menggerakan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari tingkat produktivitas klaster orang orang bertalenta dan orang-orang kreatif atau manusia-manusia yang mengandalkan kemampuan ilmu pengetahuan yang ada pada dirinya.

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada pembukaaan Pameran Pekan Budaya Indonesia, juga tengah bersiap-siap menyambut era Ekonomi Kreatif ini, yang beliau sebut sebagai ekonomi gelombang ke-4. Ekonomi gelombang keempat merupakan kelanjutan dari ekonomi gelombang sebelumnya yang mengandalkan teknologi informasi sebagai ujung tombak. Keunggulan ekonomi gelombang baru ini adalah ekonomi yang menitikberatkan pada tiga aspek orientasi, yakni: kreativitas, budaya dan warisan budaya, serta lingkungan. Perhatikan bahwa KREATIVITAS akan menjadi pijakan utama dalam ekonomi gelombang baru ini.

Menteri Perdagangan RI, Dr Mari Elka Pangestu pada tahun 2006 sudah meluncurkan program Indonesia Design Power di jajaran Departemen Perdagangan RI, yaitu suatu program pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar domestik maupun ekspor.

Ekonomi dan Kreatif, kedua hal ini bukanlah hal yang baru karena sejak dulu sudah dikenal. Yang baru adalah hubungan di antara keduanya yang kemudian menghasilkan penciptaan nilai ekonomi yang dahsyat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru melalui eksplorasi HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antarmanusia dan antarnegara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI.

Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.

Dari penelitian-penelitian statistik yang supercanggih di Amerika, mereka telah berhasil mengidentifikasi bahwa konsep-konsep dan gagasan kreatif adalah modal baru bagi perkonomian di negara-negara maju, yang ternyata ekonomi kreatif telah mampu menjadi sumber ekonomi yang tinggi.

Industri kreatif umumnya melahirkan inovasi-inovasi yang layak dipatenkan. Karenanya orang-orang yang bekerja di dunia penelitian sains dan teknologi, arsitek, desainer produk/mebel, desainer grafis, pemusik dan seniman adalah bagian dari keluarga besar ekonomi kreatif. Pergeseran orientasi ekonomi dunia dari ekonomi Fordist ke post-Fordist yang mengedepankan aset sumber daya manusia, telah menyebabkan persaingan luar biasa dalam merebut dan merayu talenta-talenta di dunia kreatif ini.

Masa depan ekonomi dunia berada di pundak orang-orang kreatif yang mampu menyulap pengetahuan dan kreativitas menjadi inovasi yang melahirkan mesin ekonomi yang luar biasa. Dan kota-kota dunia pun berlomba-lomba merayu orang-orang bertalenta ini. Atau diistilahkan oleh Richard Florida sebagai fenomena ‘global competition of talents.’ Itulah sebabnya Silicon Valley keluar sebagai pemenang. Itulah sebabnya kota-kota di Inggris dan Belanda beralih dari ekonomi berbasis industri menjadi ekonomi kreatif sebagai basis masa depan. Di Inggris mereka menghasilkan pergerakan ekonomi senilai 112 miliar Poundsterling. Di Singapura, tahun 2005 diluncurkan gerakan ekonomi kreatif dengan tema Design Singapore, Media 21 dan Rennaisance City 2.0.

Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia memiliki karateristik yang spesifik dan perlu perencanaan yang matang, agar dapat berperan aktif dalam era ekonomi kreatif, seperti:

  1. Pertanian
    Kondisi geografis yang sangat luas dan sumber daya alam yang melimpah tetap merupakan daya tarik dalam berinvestasi di bidang pertanian. Pergeseran orientasi ekonomi di dunia barat cenderung mengatakan era geografis telah usai di negara mereka. Itu bagi mereka. Menurut saya, itu belum sepenuhnya benar untuk Indonesia, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa masa kejayaan Indonesia dalam bidang pertanian telah mulai meredup dan tersalip oleh negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Vietnam. Bila dilihat dalam statistik, luas lahan pertanian juga semakin susut dan arus urbanisasi tenaga kerja produktif pedesaan yang lebih tertarik bekerja di kota terus meningkat. Tetapi apakah ekonomi pertanian harus berlalu tanpa bekas? Bila kita renungkan, banyak sekali kesenian-kesenian tradisional, upacara adat, bahkan sampai hajatan pernikahan yang terkait erat dengan aktivitas pertanian (musim bercocok tanam sampai ke pasca panen memiliki makna religius dan sosial kemasyarakatan yang sangat unik). Desain alat pertanian yang genius, lagu-lagu tentang alam, sistem irigasi yang unik, semua adalah bentuk dari kearifan budaya tradisi pertanian yang mengakar sangat dalam pada masyarakat Indonesia, dan jejak itu tetap melekat secara budaya maupun perilaku, terpatri (embedded) di dalam DNA bangsa Indonesia.

  2. Industri
    Jumlah tenaga kerja yang sangat besar dan murah serta ketersediaan kawasan industri yang juga melimpah menjadi daya tarik negara-negara maju untuk merelokasi industrinya ke Indonesia. Indonesia juga belum sampai pada pencapaian efisiensi industri yang menggembirakan dikarenakan permasalahan energi yang belum sepenuhnya tertanggulangi dengan baik.

  3. Informasi
    Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari informasi. Saat ini pemerintah masih terus berupaya meningkatkan taraf pendidikan rakyat Indonesia. Sekolah-sekolah Tinggi dan Kejuruan masih didominasi di kota-kota besar/Ibu kota provinsi. Dari sisi teknologi informasi, jumlah satuan daya sambung telepon dan penetrasi sambungan Internet masih akan terus berkembang karena saat ini masih sangat terkonsentrasi di Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Barat.

  4. Kreatif
    Tanpa disadari, peradaban Indonesia dan warisan budayanya sangatlah tinggi dan telah berlangsung sejak berabad-abad yang silam. Bukti supremasi peradaban Indonesia bisa dilihat dari warisan produk budaya Indonesia seperti kecanggihan enjiniring pada Borobudur, teknik pembuatan kapal, bela diri tradisional, tari-tarian, alat musik, senjata tradisional, pengobatan tradisional, sandang, dan masih banyak lainnya.

Dibutuhkan upaya yang sitematis dan terencana dalam menyikapi keunikan yang dimiliki Indonesia ini. Yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah mengenali warisan budayanya dan berpikir kreatif untuk pengembangannya dalam konteks masa depan.

Menurut Florida, tidak cukup bila swasta atau pemerintah berpikir bahwa dengan hanya membangun kawasan industri yang canggih maka akan segera tercipta suatu lingkungan yang kreatif. Dibutuhkan kemampuan untuk melihat penciptaan ekonomi dari beberapa sudut, seperti dari ekonomi itu sendiri, dari sisi teknologi dan dari sisi artistik & kreatif. Di setiap daerah yang memiliki tingkat ekonomi tinggi, terdapat karakter-karakter yang terdiri dari 3 komposisi: Talenta, Toleransi dan Teknologi.

  1. Talenta
    Orang-orang yang memiliki talenta memiliki penghasilan yang tinggi dari gagasan-gagasan kreatifnya. John Howkins menyebut mereka sebagai orang-orang yang hidup dari penciptaan gagasan dan mengeksploitasinya dengan berbagai cara.

  2. Toleransi
    Florida mengatakan bahwa saat ini lapangan pekerjaan akan tercipta di tempat-tempat di mana terdapat konsentrasi yang tinggi dari para pekerja kreatif, bukan kebalikannya. Mengapa? Mudah saja, orang-orang yang memiliki talenta tinggi memiliki daya tawar yang tinggi, mereka memiliki banyak alternatif karena permintaan tinggi. Bila mereka ditawari pekerjaan di daerah-daerah yang sepi dan membosankan, mereka cenderung akan menolak, maka yang lebih berkepentingan adalah user dari pekerja kreatif ini dan user akan mengalah, asalkan mereka mendapat SDM yang berkualitas. Apa hubungannya dengan Toleransi? Ini berkaitan dengan iklim keterbukaan. Bila suatu daerah memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap gagasan-gagasan yang cerdas dan kontroversial, serta mendukung orang-orang yang berani berbeda, maka iklim penciptaan kreativitas dan inovasi akan semakin kondusif, karena pekerja kreatif dapat bebas mengekpresikan gagasannya. Termasuk dalam toleransi adalah kemudahan untuk memulai usaha baru dan ketersediaan kanal-kanal solusi finansial untuk mengembangkan bisnis.

  3. Teknologi
    Teknologi sudah menjadi keharusan dan berperan dalam mempercepat, meningkatkan kualitas dan mempermudah kegiatan bisnis dan bersosial. Teknologi menunjang produktivitas. Dengan demikian, kemudahan mengakses dan membeli teknologi, serta transfer teknologi adalah faktor penting dalam pembangunan ekonomi kreatif. Contoh dalam penggunaan perangkat lunak. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pembelian lisensi perangkat lunak adalah suatu kendala besar karena harga perangkat lunak di Jakarta masih relatif sama dengan harga di New York. Tentu dirasakan mahal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Biaya mengakses internet di Indonesia juga masih dirasakan terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Ini adalah faktor penghambat kelancaran lahirnya industri-industri baru.

Indonesia mempunyai banyak modal kreativitas, yang kurang hanya tidak mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikannya. Untuk itu langkah-langkah yang dibutuhkan adalah: Mengenali apa yang kita miliki (jati diri bangsa serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia) dan menyusun langkah-langkah konstruktif, misalnya Menyusun Cetak Biru Ekonomi Kreatif Indonesia yang melibatkan seluruh stake holder, menggiatkan inisiatif (baik swasta maupun Pemerintah) untuk menciptakan tempat-tempat pengembangan talenta industri kreatif di daerah-daerah, dan menciptakan produk yang berbasis budaya berdasarkan prioritasnya, misalnya:

  • Pariwisata
  • Kerajinan
  • Gaya Hidup (spa, herbal, kuliner)
  • Furniture, dll

07 Maret 2009

Penggunaan Stimulus Fiskal Tahun 2009, Berdampak Signifikan?

Oleh Hilman Muchsin

Kita belajar dari pengalaman Amerika dalam mengatasi krisis ekonominya (tahun 1933 - 1939) yaitu dengan memacu program di sektor publik melalui kebijakan fiskal, serta mengintensifkan pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik dll, yang ternyata hasilnya membuat kehidupan dan politik di AS menjadi lebih baik, kompetitif dan mampu keluar dari krisis.

Sebelum terjadi krisis ekonomi global, pembangunan infrastruktur di Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar, sementara Pemerintah tidak mempunyai dana yang cukup. Oleh karenanya Pemerintah mendorong pihak swasta untuk melakukan kerja sama dengan pemerintah dalam pola PPP yang saling menguntungkan. Kenyataannya penerapan pola PPP dalam kondisi ekonomi normal saja sering terjadi financial mismatch di sisi pembiayaan, kenapa? Karena dana perbankan yang tersedia memiliki tenor maksimum 8 - 10 tahun sedangkan investasi infrastruktur berjangka panjang lebih dari 20 tahun.

Saat ini terjadi krisis ekonomi global, di mana dana di pasar uang menjadi sangat terbatas, sementara proyek infrastruktur harus dijalankan (kalo kita mau keluar dari krisis). Oleh karena itu pemerintah berencana melakukan upaya bridging financing untuk menutupi kekurangan dana melalui pengoperasian Infrastruktur Fund. Fasilitas pembiayaan infrastruktur Indonesia (IIFF) rencananya berbentuk perseroan terbatas (PT), di mana pemegang sahamnya adalah pemerintah 30% dan sisanya 70% dikuasai Bank Dunia, ADB, dan Bank Pembangunan Jerman (KfW). Sudah barang tentu kajian kelayakan usaha (secara ekonomi dan finansial) menjadi prioritas, jadi tidak sekadar mendorong asal membangun saja.

Jadi IIFF bisa menyalurkan kredit, mengelola dana lembaga keuangan lokal, seperti dana pensiun/asuransi, dll. Dana yang dihimpun dalam IIFF digunakan untuk membangun infrastruktur yang dilakukan oleh investor swasta nasional, regional, atau international.

Apakah badan usaha ini akan efektif? Apakah IIFF bisa merupakan alternatif pembiayaan dengan tenor berjangka panjang > 12 tahun? Bagaimana mekanismenya??

Sebagai contoh konkret, tanpa adanya krisis ekonomi saja (kondisi normal), implementasi penggunaan Dana Badan Layanan Umum yang disiapkan dan dilakukan oleh pemerintah sendiri untuk anggaran tahun 2007/2008 untuk proyek-proyek infrastruktur, dana yang terserap tidak lebih besar dari 20% saja???, apakah ada yang salah di dalam pengelolaannya atau regulasinya tidak mendukung atau…?

Pemerintah sendiri dalam rangka antisipasi memburuknya krisis ekonomi global, telah menetapkan anggaran Rp 10,2 triliun untuk menambah alokasi anggaran proyek infrastruktur yang telah ditetapkan dalam APBN 2009 senilai Rp 102 triliun. Dengan harapan melalui dana stimulus itu akan terbuka lapangan kerja baru.

Pertanyaannya adalah apakah angka Rp 10,2 triliun sudah mempertimbangkan nilai dan skala stimulus yang efektif? Bagaimana pendistribusian Rp 10,2 triliun? Dan dialirkan ke mana saja?

Ternyata dana yang langsung digunakan untuk proyek infrastruktur hanya Rp 7,37 triliun, sedangkan sisanya untuk mendanai proyek-proyek non-infrastruktur. Belum lagi dalam implementasi dan penyerapan tenaga kerja?

Kalo kita melihat prosentase pembiayaan infrastruktur kita terhadap PDB, maka posisi Indonesia tidak lebih baik dari Albania dan Kazakhstan, apalagi dengan Kambodia kita tertinggal sangat jauh (lihat gambar dibawah)


Menurut Ichsanudin Noorsy, kalau kita melihat skala ekonomi Indonesia dengan PDB Rp 5.295 triliun, lalu mahalnya biaya distribusi dan miskinnya infrastruktur serta besarnya jumlah pengangguran dan tingginya penduduk miskin (35,2 juta orang), maka stimulus Rp 10,2 triliun itu hanya pelepas dahaga dan bukan merupakan solusi untuk mengatasi kemiskinan dan upaya membangun daya tahan ekonomi Indonesia.

Pemerintah Indonesia harus menentukan fokus yang terarah dalam memanfaatkan dana yang serba terbatas sebagai stimulus fiskal. Jadi kalau dana stimulus fiskal yang hanya Rp 10,2 triliun digunakan menciptakan 3 - 4 juta lapangan kerja baru, kayaknya terlalu optimistis dan sangat ambisius.

04 Maret 2009

Cara Bijaksana Mengelola Account Facebook Anda

Oleh Amrie Noor

Seperti hal lainnya, baik olahraga, merokok, baca, nonton, main video games di PC, PS3, XBox dan mengelola fb account yang bersifat addictive, kontrol tetap ada pada kita.

Saya heran kalau ada teman-teman yang saking takutnya kecanduan fb, sampe accountnya ditutup. Seperti 'hobi' lain, Virtual Networking Site macam fb ini ada manfaat dan jeleknya. Ya, ambil manfaatnya aja toh. Kan kita gak ngelego mobil hanya karena dia bikin polusi dan menambah macet.

Siasati aja dengan jeli. Ignore semua kiriman barang-barang maya, causes yang gak relevan atau games. Pilih maksimum 5 groups untuk memperluas networking anda: alumni itb, jurusan, angkatan, sma dan Indonesia Golf Community kalo situ suka golf. Cukup deh!!

Kalo mau tambah 3 lagi, ya masuk grup: smp-mu, treat water with respect (relevant cause) dan grup anak menteng kalo dulu rumah lo ada di Menteng Pulo misalnya.

Kunjungi fb seminggu sekali: confirm friends yang add anda, kirim birthday note ke teman-teman anda yang ultah, gak usah komentar-komentar foto atau statusnya, gak usah browsing ke profile site teman-temanmu, cukup visit grup-grupmu kalo ada additional teman yang baru join atau info-info penting yang ada di group wall dan group topic.

Di grup Indonesia Golf Community yang aku create sejak October 2008 telah ada 575 members. Mereka sih enak banget karena creatornya rajin amat nulis dan setiap tulisan selalu dikirim ke members via feature 'Message to all members'.

Kalo anda mengontrol diri seperti yang aku sarankan, sejam 1x seminggu juga beres ngurusin fb!

Don't make it a big deal out of it. It is not, really...

Artikel terkait:
Brand Ambassador dan Fasilitas ‘Pecat Teman’ di Facebook

03 Maret 2009

Bahasa Inggris (dan Bahasa Asing Lainnya) Versus Bahasa Indonesia

Oleh ITB77

Paulus Herlambang:
Bahasa Inggris: Orang hidup & orang mati tubuhnya disebut 'body' (tidak dibedakan).

Bahasa Indonesia: Orang hidup tubuhnya disebut 'tubuh', sedangkan orang mati tubuhnya disebut 'jenazah'. Jadi jelas, kalau kita bilang 'jenazah' berarti orangnya sudah mati.


Syafril Hermansyah:
Bahasa Indonesia memang lebih penuh "warna".

Bahasa Inggris untuk padi/gabah, beras maupun nasi sama saja "rice".


Saiful Ridwan:
Kalau di Perancis, jangan tanya soal berapa istilah yang mereka miliki untuk menjelaskan keju.

Dengan sederhana mereka juga bisa bilang soal kentang: potato, spud, chips, crips, rosti, ...

Jadi soal warna/nuansa bahasa sangat tergantung konteks lokal.


Amrie Noor:
Tentang bahasa, masing-masing punya 'kekayaan ekspresi' dan nuansa sesuai dengan budaya, lokasi, keunggulan asal bangsa tersebut.

Bahasa Indonesia membedakan 'kami' dan 'kita', English hanya mengenal 'we'. Tapi mereka membedakan upset, angry dan furious.

Eskimo punya 27 kata untuk 'salju'.

Kita punya kata 'dia' karena bahasa Indonesia adalah non gender, sehingga untuk menyebut Tuhan kita tak perlu memilih pakai He atau She, karena kalau kita pilih 'He' akan bikin marah teman-teman perempuan.

Bahasa Indonesia tak mengenal kata 'adil' (adaptasi dari bahasa Arab), sehingga aku gak heran kalo susah mencari keadilan di negeri ini.

Bahasa Perancis sangat ekspresif dan mempunyai banyak sinonim dalam menerangkan hal tentang 'cinta', 'sex' dan 'gastronomy' (foods-related issue), karena budayanya sangat mengagungkan ketiga hal tersebut.

Bahasa Jerman sangat presisi untuk menerangkan hal-hal yang berbau teknis.

Jadi setiap bahasa punya kelebihan dan keunikan masing-masing.

02 Maret 2009

Masalah “Hit or Miss” dalam Pandangan Ekonomi Merupakan Hal yang Sangat Relatif

Oleh Krishna Amier Hamzah

Terlebih dahulu tentunya saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada kepedulian Pak Katua terhadap kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat kita. Sumbangan yang sangat berarti pula bagi “intelectual exercise” kita.

Saya mungkin bukan orang yang pandai mengekspresikan pemikiran melalui tulisan, tapi saya coba untuk sedikit memberikan sumbangan.

Masalah “Hit or Miss” dalam pandangan ekonomi merupakan hal yang sangat relatif.

Economics is a study of human behavior. Ketepatan analisis kita tergantung pada kemampuan kita untuk memahami perilaku suatu kelompok masyarakat—yang menghasilkan asumsi-asumsi dasar—serta kekuatan metode analisis yang kita gunakan, seperti statistika dan ekonometrika.

Suatu prediksi bisa menjadi “hit” pada jangka pendek, tetapi “misses” (plural lho!) setelah beberapa lama. Inilah yang terjadi pada teori Keynes yang menyelamatkan perekonomian Eropa dari “great depression” dengan konsep campur tangan pemerintah, namun menimbulkan persoalan-persoalan yang rumit setelah perang dunia kedua.

Demikian pula suatu “miss” bisa menjadi “hits” (juga plural) setelah jangka waktu yang lebih panjang, dan inilah yang mengantarkan beberapa ekonom neo klasik mendapat hadiah nobel di awal tahun 80-an.

Demikian selalu terjadi berganti-gantian. Umumnya kesulitan kita dalam melakukan prediksi adalah menentukan seberapa besar “inersia” suatu kelompok masyarakat terhadap kebijakan (policy) dan gangguan (disturbance).

Mungkin (sekali lagi mungkin) ini pula sebabnya sebagian besar penerima hadiah nobel ekonomi berlatar belakang filsafat, matematika dan fisika sebelum mereka belajar ekonomi secara formal.

Economics is also a science of choice. Kekuasaan memilih ada di tangan pembuat kebijakan (pemerintah, yang dipilih berdasarkan proses politik) berdasarkan alternatif yang disodorkan oleh ekonom-ekonom “kepercayaan” penguasa.

Di Amerika, perdebatan calon presiden selalu diwarnai oleh pilihan-pilihan yang ditawarkan oleh kandidat berdasarkan konsultasi dengan tim ahli ekonominya… Di Indonesia? Wallahu a'lam bisshawab.

Hal lain yang menarik adalah bahwa sepanjang pengetahuan saya, belum ada ekonom Indonesia (yang paling kita kagumi sekalipun) yang berhasil memasukkan tulisannya di jurnal paling bergengsi, American Economic Review. Para ekonom di negara maju “berperang” di jurnal ilmiah sebelum mereka menjadi terkenal dan menulis di koran atau majalah, atau menjadi pejabat di Bank Sentral atau Bappenas.

Indonesia? Saya pribadi cukup kagum dengan kemampuan DR SRI MULYANI yang cukup konsisten dengan “ke-ekonom-an” nya. Tapi beliau bisa digantikan oleh seorang ”politikus”… bayangkan bahayanya keberanian “memilih” ini… di bidang perencanaan pula… Akibatnya kan baru terlihat setelah jangka waktu cukup panjang. Alhamdulillah deputinya mayoritas para Ph.D. yang alumni ITB pula… mudah-mudahan bisa mengimbangi dan meluruskan.. amin..

Sekali lagi apresiasi yang tinggi saya sampaikan pada Pak Katua dan teman-teman yang mau peduli dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Semoga semakin hari kita semakin diberi kekuatan dan pencerahan dalam “memahami” perilaku dasar masyarakat kita, sehingga dapat menawarkan alternatif terbaik bagi pemerintah yang akan datang, dan kita akan merasa bangga bila salah satu atau salah banyak teman kita termasuk di dalam kabinetnya. Amin.

Artikel terkait:
My Hit and My Misses – Analisa saya di tahun 2008 yang betul dan yang salah

Artikel Terbaru di Blog Ini