01 Juli 2009

Memilih Presiden: Antara Citra dan Program

Oleh Setyobudi Tariadi

Persaingan semakin panas pada minggu terakhir kampanye pemilihan Presiden (pilpres). Ketiga pasangan calon Presiden (capres) dan calon Wakil Presiden (cawapres) semakin gencar tebar pesona dan program.

Berdasarkan pengamatan penulis sampai minggu terakhir masa kampanye, mayoritas rakyat Indonesia masih mengutamakan citra dalam memilih Presidennya. Hanya sebagian kecil saja yang memilih Presiden berdasarkan programnya. Walaupun sangat disayangkan, tetapi nampaknya beginilah perkembangan masyarakat Indonesia sampai masa kini.

Sikap yang ideal dalam memilih Presiden adalah dengan memberikan bobot penilaian lebih besar kepada program-programnya dibandingkan terhadap citranya. Hal ini dilakukan oleh sebagian pemilih di AS dan negara-negara maju lainnya. Pada pilpres AS tahun lalu rakyat AS memilih Obama karena program-programnya secara umum lebih dapat diterima daripada milik Mc Cain. Tetapi memang penampilan fisik yang ramping dan kepribadian Obama yang hangat juga mengangkat citra dirinya di mata pemilih.

Pencitraan

Di Indonesia tim konsultan kampanye SBY – Boediono sangat menyadari pentingnya pencitraan ini. Mereka gencar memasang iklan pencitraan SBY di media masa. Walaupun jingle salah satu iklan pencitraannya menyontek jingle iklan mie instan, tetapi iklan ini tampaknya berhasil menarik hati masyarakat calon pemilihnya.

Pada iklan-iklan yang lain, ditonjolkan citra SBY yang formal, santun, cinta keluarga dan penuh perhatian kepada rakyat. Boediono sendiri dicitrakan sebagai orang yang sederhana dan santun. Banyak pemilih tertarik memilih SBY - Boediono karena citranya ini.

Pasangan JK – Wiranto dengan jargon ”lebih cepat lebih baik” ingin mencitrakan bahwa mereka cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. JK sendiri di iklan-iklannya banyak berpenampilan santai dan tersenyum ramah. Di iklannya bersama JK, Wiranto yang tegap juga sering terlihat tersenyum ramah. Di setiap acara kampanye, JK juga terlihat suka menampilkan komentar yang spontan ditambah humor menyegarkan.

JK – Wiranto juga mencitrakan dirinya sebagai pasangan Nusantara. JK dari luar Jawa, sedangkan Wiranto dari Jawa. Sebenarnya yang lebih meng-Indonesia adalah Mega – Prabowo. Mega keturunan Walu (Jawa – Bengkulu), Prabowo campuran Jamin (Jawa – Minahasa). Sementara itu SBY – Boediono merupakan pasangan dari Jawa Timur.

Yang terlihat relatif kurang mengampanyekan citra diri adalah pasangan Mega – Prabowo. Walapun sebagai perempuan Mega selalu menjaga penampilannya, tetapi tim kampanyenya kurang berusaha mengangkat citra diri Mega. Hal yang sama terjadi pada Prabowo. Citra yang bisa ditangkap pemirsa televisi dari iklan-iklan Mega – Prabowo adalah keduanya tegas, sangat nasionalis, cinta tanah air dan rakyatnya yang berpenghasilan rendah.

Program kerja

Persaingan kampanye program juga cukup seru. Banyak program yang ditawarkan ketiga pasangan capres dan cawapres melalui televisi nasional maupun di kota-kota yang mereka kunjungi. Tetapi yang lebih ditekankan oleh ketiga pasangan ini pada kampanyenya adalah bidang ekonomi.

Untuk pertumbuhan ekonomi pasangan SBY – Boediono cukup mematok target 7% pada 2014. Pertumbuhan yang mengandalkan sektor manufaktur, perdagangan dan jasa lainnya ini menyerap 2,8 juta angkatan kerja baru. Setiap 1% pertumbuhan ekonomi pada sektor yang mayoritas padat modal ini menyerap 400.000 tenaga kerja.

SBY – Boediono juga akan tetap melaksanakan privatisasi BUMN walaupun secara selektif. Mereka berpendapat privatisasi adalah cara memperbaiki kinerja BUMN yang tidak efisien.

JK – Wiranto yang menawarkan kemandirian ekonomi menjanjikan pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2011. Dengan demikian mulai 2011 diharapkan dapat diserap 3,2 juta angkatan kerja per tahun. Pasangan ini selalu mengajak rakyat untuk menggunakan produk dalam negeri. JK juga menyatakan sanggup meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah menjadi 25% pada tahun 2014.

Sementara itu pasangan Mega – Prabowo yang mengusung ekonomi kerakyatan berani memasang target double digit (minimal 10%) untuk tahun 2013. Pertumbuhan sebesar ini dicapai dengan mengembangkan industri yang padat karya di sektor agribisnis ditambah yang padat modal di sektor manufaktur, perdagangan dan jasa lainnya. Pada tahun 2013 industri agribisnis dapat menciptakan lapangan kerja bagi 6 juta orang pada setiap 1 juta hektar lahan. Menurut Prabowo saat ini ada 59 juta hektar hutan rusak di Indonesia yang harus dikonversi menjadi lahan produktif.

Mega – Prabowo juga berjanji untuk menghentikan privatisasi BUMN. Untuk menyehatkan BUMN yang sakit cukup dengan mengganti Direksi dengan orang-orang profesional dan memperbaiki sistem kerja. Nampaknya Mega ingin bertobat atas dosanya menjual BUMN sewaktu dia menjadi Presiden pada 2001 – 2004.

Terlihat capres dan cawapres yang pengusaha (JK dan Prabowo) lebih berani dalam memasang target pertumbuhan ekonomi. Sebagai pengusaha mereka biasa menetapkan target-target yang progresif agar perusahaannya dapat berkembang dengan pesat. Target yang progresif ini adalah pembangkit semangat kerja bagi masa depan yang lebih baik.

Tidak heran jika bisnis mereka cepat berkembang dan assetnya meningkat pesat. Tetapi tentu mereka berdua juga pernah mengalami kerugian dalam bisnisnya atau harga saham perusahaannya menurun. Walaupun demikian mereka tetap dapat bertahan dari badai dan bangkit kembali. Mental keduanya yang pantang menyerah membuat bisnis mereka sukses.

Pada dasarnya mengelola negara mirip dengan mengelola perusahaan. Presiden, Wakil Presiden, Menteri Koordinator dan Menteri sebagai lembaga eksekutif negara adalah Direktur Utama, Wakil Direktur Utama, Direktur dan Kepala Divisi yang merupakan eksekutif perusahaan. Eksekutif negara bekerja untuk menyejahterakan rakyatnya, eksekutif perusahaan bekerja untuk menyejahterakan karyawannya.

Mengikuti analogi di atas, pengusaha sukses tidak akan canggung menjadi Presiden. Pengusaha sukses mengembangkan perusahaannya dengan cara mengoperasionalkan gagasan kreatifnya. Jika menjadi Presiden, maka dia yang biasa berpikir di luar kotak akan bekerja keras dan cerdas dalam menyejahterakan rakyatnya.

Prestasi terbaik

Tidak banyak prestasi menonjol yang dicapai Megawati karena dia menjadi Presiden hanya selama 3 tahun. Tetapi Megawati membuka jalan bagi SBY untuk memanen hasil dari benih yang ditanam Megawati. Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang ditandatangani Megawati tahun 2002 memuluskan jalan bagi SBY untuk bisa memberantas korupsi.

Prestasi terbaik SBY adalah pemberantasan korupsi, swasembada beras dan penyelesaian masalah HAM dengan Timor Timur. Di samping itu tentu masih banyak prestasi lainnya dari SBY. Tetapi banyak rakyat yang keliru menilai penurunan harga BBM dalam negeri. SBY hanya sedang beruntung dapat menurunkan harga BBM 3 kali mulai 15 Desember 2008 sampai 15 Maret 2009. Penurunan harga BBM dalam negeri sebenarnya adalah karena melemahnya harga minyak dunia mulai September 2008 sampai April 2009.

Di lain pihak JK sebagai wapres juga mencetak beberapa prestasi menonjol. Perdamaian di Aceh adalah berkat kreatifitasnya dan ditandatangani JK. Semasa pemerintahan Megawati, JK sebagai Menko Kesra berperan sangat besar dalam menciptakan perdamaian di Poso dan Ambon. Di samping itu JK berhasil melaksanakan program konversi minyak tanah ke gas walaupun banyak ditentang oleh masyarakat yang tidak memahami manfaat konversi tersebut. JK juga ngotot merayu SBY agar pembangunan proyek-proyek pembangkit listrik 10.000 MW dapat segera dilakukan.

Menentukan pilihan

Rakyat berharap pilpres berjalan jujur dan transparan. Siapa pun pemenangnya, sangat elegan jika dia dan tim suksesnya tidak menyoraki capres yang kalah. Jika ini terjadi, maka yang kalah pun akan dengan sportif mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih. Sebagai warga negara yang baik kita lanjutkan kehidupan sosial dengan damai setelah 2 bulan bersaing menjagokan capres dan cawapresnya.

Bagi pemilih yang belum menentukan pilihannya, perlu mempertimbangkan dengan bijaksana apakah citra lebih penting daripada program atau sebaliknya. Pemilih yang cerdas dan berkualitas tentunya lebih mengutamakan program daripada citra. Hasil yang diperoleh pasti berbeda jika kita memberi bobot 60% bagi program dan 40% bagi citra daripada sebaliknya.

Pilihan hanya dua. Pilpres satu putaran yang menghemat biaya Rp 4 trilyun tetapi dibayangi kurang maksimalnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Atau, pilpres dua putaran yang menghasilkan Presiden baru disertai keyakinan melajunya peningkatan kesejahteraan rakyat. Selamat menentukan pilihan!


Jakarta, 28 Juni 2009
Setyobudi Tariadi
Pengamat politik, ekonomi, dan sosial

1 komentar:

  1. program kerja sebaiknya dipilih oleh oleh calon pemilih, mega pro memiliki kelebihan dengan kontrak kerja dengan masyarakat..sisi lain masyarakat kita lebih cepat berubah karena adanya opini leader dalam komunitasnya. yang harus dilihat dari sisis lain adalah kelas menengahnya kemana mereka akan melabuhkan pilihan.

    BalasHapus

Artikel Terbaru di Blog Ini